Thursday, February 28, 2013

Catatan Farmakognosi #2

Minggu yang lalu, pada hari Rabu, 20 Februari 2013, saya mendapatkan mata kuliah farmakognosi II untuk pertemuan kedua. Tidak banyak yang dapat saya sampaikan pada catatan ini karena jujur, saya kurang konsentrasi pada saat itu.

Dosen memulai pengajaran seperti biasa, mencoba mengajak aktif mahasiswanya dengan memanggil satu per satu mahasiswanya dan bertanya. 

Masih seputar antibiotik, beliau mengatakan bahwa amoeba tidak cocok diberikan antibiotik. Saya hanya mencatat itu dan tidak tahu alasannya. Di saat membahas mengenai itu, beliau bertanya, definisi dari penggunaan obat 3 kali sehari itu bagaimana. Mahasiswa yang ia tanya kemudian menjawab, "Ya, artinya kalau sehari itu 24 jam, berarti harus diminum setiap 8 jam."

Ternyata, jawabannya tidak tepat. Pada intinya, beliau memberi tahu kepada kami bahwa meskipun pada saat kita tidur tubuh melakukan metabolisme, namun lama proses metabolismenya itu tidak sama dengan saat kita sedang tidak tidur. Jadi dalam hal ini, dalam sehari dihitung 16 jam, kurang lebih kita harus minum obat setiap 5 jam. "Kalau mesti minum obat setiap 8 jam, itu menyiksa diri sendiri jadinya, masa kalau terakhir minum obat jam 6 sore, mesti bangun jam 2 malam untuk minum obat berikutnya?" Begitulah yang diterangkan oleh beliau.

Untuk jamur, kita tidak bisa menggunakan antibiotik untuk membunuh atau menghambat pertumbuhannya. Karena memang dinding sel antara bakteri dan jamur itu berbeda. Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan yang bersifat relatif polar, sementara dinding sel jamur terbuat dari steroid yang bersifat nonpolar. Dengan alasan tersebutlah antibiotik tidak dapat digunakan untuk jamur karena antibiotik yang ada itu juga relatif polar yang mana dapat melarutkan dinding sel bakteri tetapi tidak untuk jamur.

Obat-obatan yang dapat kita gunakan untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan jamur haruslah yang mengandung beberapa zat aktif seperti mikonazol, ketokonazol, dan lain sebagainya.


Macam-macam antijamur lainnya antara lain, Griseofulvin, Penicillium (bukan Penicillin), Epidermophyton, Microsporum, dan Trichophyton.

Selain antibiotik dan antijamur, kita juga perlu mengetahui adanya obat antikanker. Obat-obatan yang termasuk ke dalam obat antikanker antara lain Dactinomycin, Bleomycin, Doxorubicin, Daunorubicin, dan Mitomycin C.

Mengenai antikanker, biasanya dosis yang diberikan itu disesuaikan dengan luas tubuh. Untuk Dactinomycin, beliau mengatakan bahwa tidak hanya digunakan sebagai obat antikanker tetapi juga dapat digunakan untuk mengatasi efek sampingnya.

"Lalu apa saja efek samping dari obat antikanker pada umumnya yang kalian ketahui?" Begitulah yang beliau tanyakan kepada kami. Beberapa mahasiswa dapat menjawab dengan tepat seperti mual dan rambut rontok. Namun, efek samping yang lainnya tidak ada yang bisa menyebutkan.

Kemudian beliau menambahkan bahwa tidak hanya itu saja efek sampingnya, melainkan bisa juga menyebabkan mata kering akibat tidak bisa ditutup dan merasakan nyeri yang tidak tertahankan. Rasa nyeri yang tidak tertahankan inilah yang terkadang menyebabkan penderita kanker meminta untuk disuntik mati. Meskipun begitu, biasanya untuk nyeri yang tidak tertahankan ini, oleh dokter diberikan morfin, apabila tidak mempan juga maka diputus saraf rasa nyerinya.

Setelah membahas mengenai antibiotik, antijamur, dan antikanker, pelajaran dilanjutkan dengan membahas peptida. Saat itu saya belum mengerti kenapa kami mesti mempelajari peptida di mata kuliah farmakognosi.

Ternyata setelah diberi tahu bahwa peptida itu berguna selain untuk memenuhi gizi, berperan sebagai enzim, dan ada yang bersifat racun, beberapa macam peptida juga ada yang berfungsi sebagai obat dan peptida-peptida tersebut selain berasal dari manusia, hewan, dan mineral juga banyak dikandung oleh tumbuhan. Sekiranya dengan begitu saya sudah mengerti hubungan antara peptida dan farmakognosi tersebut. Mengenai hal ini, bukan berarti farmakognosi hanya mempelajari sekitar tumbuhan saja, melainkan juga hewan dan mineral, namun berdasarkan pengalaman saya mendapatkan mata kuliah farmakognosi I, yang lebih banyak dipelajari adalah yang berkaitan dengan tumbuhan.

Pembahasan lebih lanjutnya mengenai peptida baru akan dijelaskan pada pertemuan berikutnya.

Demikan yang bisa saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat, terima kasih banyak atas kunjungannya :D

Tuesday, February 26, 2013

Catatan Praktikum ABBF #1

Praktikum ABBF (Analisis Bahan Baku Farmasi) merupakan praktikum pertama saya yang jumlahnya 3 SKS saat di semester 4 ini. Beberapa praktikum sebelumnya saat di semester 1, 2, dan 3 rata-rata hanya berjumlah 1 SKS. Meskipun hanya 1 SKS, lelahnya seperti 6 SKS, lalu bagaimana dengan 3 SKS? Tidak kebayang lelahnya seperti apa -_-

Minggu pertama kuliah, kelas praktikum ABBF belum diadakan, baru diadakannya pada minggu depannya yang mana pada hari Senin, 18 Februarinya langsung ada pretestnya. 

Pretest pertama tersebut mengenai analisis unsur dan gugusan. Sebelum pretest, kami masuk laboraturium kuantitatif terlebih dahulu untuk mendapatkan pengarahan praktikum ABBF bagian kuantitatifnya. Setelah itu baru masuk ke laboraturium kualitatif untuk mengerjakan pretest dan mendapatkan pengarahan dari dosen terkait analisis kualitatif.

Jadi, perlu diketahui bahwa pada praktikum ABBF ini, dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Perbedaannya, selain laboraturiumnya berbeda, sejauh yang saya ketahui, kalau analisis kualititatif lebih menekankan analisis terhadap adanya perubahan warna, bentuk, rasa atau yang lainnya yang menunjukkan adanya makna tertentu, sementara analisis kuantitatif lebih menekankan terhadap adanya perubahan bisa juga pada warna, suhu, pH, atau lainnya yang menunjukkan adanya suatu nilai yang dapat terukur.

Pada intinya, dalam satu semester ini, pada praktikum ABBF, saya diharapkan dapat melakukan analisis kimia baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pertemuan pertama praktikum ABBF bagian kuantitatif, kami diinformasikan terkait peraturan dan ketentuan selama di laboraturium kuantitatif dan selama mengerjakan praktikum maupun laporannya.

Beberapa peraturan yang harus ditaati selama di laboraturium kuantitatif antara lain:
  1. Laboraturium dibuka setiap hari kecuali tanggal merah, tetapi hanya dapat digunakan sesuai dengan jadwalnya saja. Untuk catatan, di luar jadwal boleh saja digunakan, dengan syarat harus ada izinnya terlebih dahulu.
  2. Sebelum responsi, selalu akan diawali dengan pretest.
  3. Bagi yang tidak dapat hadir, wajib menyerahkan surat dari dokter apabila sakit atau surat pemberitahuan dari yang bersangkutan apabila ada urusan.
  4. Wajib menggunakan alas kaki yang menutup seluruh bagian kaki.
  5. Apabila terdapat peralatan yang rusak atau pecah, selambat-lambatnya diganti dalam 2 minggu.
Setelah memberitahukan peraturan tersebut di atas, Pak Hayun menjelaskan beberapa hal lain terkait praktikum ABBF bagian kuantitatif yang perlu diperhatikan.

Untuk setiap pembakuan, satuan konsentrasi dapat menggunakan Normalitas (N) atau Molaritas (M) serta selalu dipastikan ada 3 angka di belakang koma untuk setiap nilainya. Sementara untuk nilai akhir, ketentuannya adalah terdapat 2 angka di belakang koma, misal: persenan kadar.

Setiap akan melakukan titrasi, ada 2 hal yang perlu dilakukan, yaitu (1) pembakuan larutan titran standar sekunder dan (2) penetapan kadar sampel.

Nilai akhir kadarnya haruslah merupakan hasil dari percobaan yang dilakukan secara triplo. 

Apabila misalnya diminta untuk menimbang sampel 50 - 60 mg, maka tidak perlu bersusah payah untuk menyesuaikan dengan yang diminta. Kalau memang bisanya 52,3 mg maka digunakan saja. Karena apabila ada pengurangan massa sampel dengan cara mengambil langsung mengenai timbangan, hasil pengukurannya bisa jadi tidak tepat.

Percobaan dilakukan dengan cara triplo, dengan maksud misalnya pada percobaan pertama mendapatkan hasil tertentu, maka dilakukan lagi percobaan yang kedua untuk memastikan bisa didapatkan hasil yang sama, begitu pula percobaan yang ketiga. Apabila hasilnya tidak jauh berbeda, maka nilai akhir merupakan rata-rata dari ketiganya. Tetapi, apabila salah satu dari ketiganya memiliki nilai yang simpangannya besar sekali, maka sebaiknya dibuang, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan rata-rata.

Pak Hayun juga menyebutkan beberapa hal yang dapat menyebabkan adanya kesalahan antara lain terjadi kesalahan pada penimbangan--untuk kesalahan jenis ini sebenarnya tidak boleh terjadi, sejak awal untuk penimbangan tidak boleh ada kesalahan--dan persepsi pengamatan yang berbeda.

Pak Hayun juga menjelaskan bahwa nilai praktikum ABBF, 35% nya dari kualitatif, 35% berikutnya dari kuantitatif, 10% dari uji kemurnian dan pencemaran, serta sisanya 20% dari tugas khusus.

Setelah mendapatkan pengarahan dari Pak Hayun, kemudian kami menuju laboraturium kualitatif untuk mengerjakan pretest lalu responsi dengan Ibu Maryati.

Saat responsi, Ibu Maryati menjelaskan detail pekerjaan yang harus kita lakukan saat praktikum nanti, untuk pertemuan berikutnya yang akan dilakukan hanyalah analisis unsur, sementara untuk analisis gugusan belum. 

Saat responsi selesai, kelas dilanjutkan oleh Pak Rezi untuk dijelaskan mengenai K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja). 

Di laboraturium ada berbagai senyawa kimia, mulai dari yang tidak berbahaya sampai yang berbahaya. Ada empat jenis senyawa kimia yang dikategorikan ke dalam blue, yellow, red, and white. Contoh yang termasuk ke dalam blue antara lain asam asetat glasial (bisa menyebabkan kulit merah), yang termasuk yellow misalnya Na, amonium nitrat, dan nitrogliserin (saya tidak tahu efeknya apa), yang termasuk red antara lain senyawa minyak-minyakan dan asetilen, dan yang termasuk white antara lain senyawa pengoksidasi (akan menyebabkan gatal apabila terkena kulit) dan gas helium (dapat mengurangi volume oksigen).

Pak Rezi menjelaskan, apabila merasa ingin pingsan segera duduk, jangan berdiri, agar misalnya jatuh tidak lebih berbahaya. Apabila terkena luka bakar segera berikan air lalu salep. Apabila terkena asam berikan air sampai encer lalu tambahkan amonium sedikit. Dan apabila terkena mata segera tetesi dengan air.

Ketika mengerjakan praktikum lalu menggunakan asam atau basa pekat, sebelum dibuang perlu untuk diencerkan terlebih dahulu.

Besoknya, Selasa, 19 Februari 2013, kami mengerjakan praktikum analisis unsur dari pukul 08.00 sampai 11.00. Jadi pada hari itu, masing-masing kelompok diberikan sebuah sampel yang tidak diketahui kandungan unsurnya yang oleh karena itulah kami diharapkan dapat menganalisis unsur tersebut.

Saat itu, saya mengerjakannya bersama Putri, untuk menghemat waktu kami melakukan pembagian tugas. Putri bertugas untuk membuat filtrat lassaigne dan uji beilstein. Sementara saya melakukan uji reaksi nyala untuk menganalisis beberapa unsur logam tertentu, lalu uji Hg/Bi, percobaan gutzeit, beberapa percobaan untuk sisa pijar, dan percobaan faraday.

Membuat filtrat lassaigne yang dilakukan oleh Putri tidak semudah yang dibayangkan, setelah membuat filtratnya tersebut, Putri lalu melakukan uji berikutnya untuk beberapa unsur tertentu. Pembuatan filtratnya saja cukup memakan waktu, apalagi ditambah dengan percobaan terusannya. Oleh karena itulah, meskipun tulisannya cuma membuat filtrat lassaigne dan uji beisltein, tapi tingkat kesulitannya justru lebih tinggi dibandingkan dengan yang saya lakukan.

Pertama kali yang saya lakukan sebelum melakukan beberapa uji yang sudah saya sebutkan sebelumnya adalah melakukan percobaan pengarangan/pirolisis untuk mengetahui adanya unsur C. Namun Ibu Maryati mengatakan bahwa kita tidak perlu melakukan itu, karena sampel tersebut pasti mengandung unsur C.

Namun saya tetap melakukannya karena ingin mengamati bagaimana hasil positif yang ditunjukkan apabila sampel tersebut mengandung unsur C. Berikut gambarnya, awalnya sampel berwarna putih, ketika dipirolisis tidak begitu lama langsung mengarang. Dan warna hitamnya tersebut, dengan menggunakan HNO3 ternyata dapat menghilang.


Kemudian saya melakukan uji reaksi nyala pada unsur tersebut, setelah bertanya kepada asisten laboraturiumnya (aslab), cara melakukan uji reaksi nyala adalah dengan melarutkan sampel terlebih dahulu menggunakan aquades, jangan terlalu encer, baru kemudian langsung saja menggunakan kawat tembaga, ujungnya dicelupkan ke larutan lalu dipijarkan ke nyala spiritus. Ternyata hasilnya negatif untuk semua unsur logam karena yang saya amati ketika dipijarkan, tidak ada warna nyala sama sekali. Itu artinya, sampel tersebut tidak mengandung unsur Ba (warna nyala hijau biru), Na (kuning), K (ungu), dan Sr (merah jingga).

Lalu saya melakukan uji Hg/Bi, hasil yang didapatkan juga negatif, karena saat dipanaskan dengan api secara langsung, kawat tembaganya tidak mengkilat melainkan menghitam. Selain uji Hg/Bi, lalu saya juga melakukan uji Gutzeit untuk mengidentifikasi adanya unsur As.

Berdasarkan prosedur seharusnya di dalam erlenmeyer diisi sampel dan CaO, lalu di bagian leher diselipkan kapas yang telah basahi dengan Pb asetat kemudian bagian atas ditutup dengan kertas saring yang telah dibasahi dengan AgNO3.

Namun yang saya lakukan setelah bertanya dulu, katanya tidak perlu menggunakan kapas, jadi langsung saja erlenmeyer diisi dengan sampel dan CaO lalu bagian atas ditutup dengan kertas saring yang telah dibasahi oleh Pb asetat, hasil positif apabila tampak warna hitam pada kertas saring.

Sebenarnya kalau mengikuti prosedur yang sebenarnya, hasil yang positif apabila terjadi perubahan warna menjadi kuning dan tercium bau bawang.

Hasil yang saya dapatkan pada percobaan tersebut adalah sebagai berikut:


Saat di awal kelas praktikum, kami menyempatkan untuk memijarkan sampel di oven untuk melihat ada atau tidaknya sisa pemijaran. Suhunya kalau tidak salah antara 400-600 derajat celcius. Setelah beberapa lama di oven tersebut, akhirnya sampel yang kami miliki terdapat sisa pijar yang berwarna putih kekuningan.

Sampel kami meninggalkan sisa pijar. Hasil pengamatan ini bertolak belakang sekali dengan percobaan Gutzeit. Unsur As merupakan unsur yang tidak meninggalkan sisa pijar. Percobaan dengan melihat ada atau tidaknya sisa pijar lebih meyakinkan bahwa sampel tidak mengandung unsur As. Hasil positif pada percobaan Gutzeit bisa kami pahami akibat tidak sesuainya pengerjaan kami dengan prosedur.

Dengan adanya sisa pemijaran, kemudian saya melanjutkan analisis dengan melihat warna sisa pijarnya, berdasarkan literatur yang diketahui, saya tidak dapat mengidentifikasi unsur apa yang memiliki warna sisa pijar demikian.

Selain melihat dari warnanya, saya juga melakukan percobaan dengan mereaksikan sisa pijar dengan beberapa reaksi tertentu. Dan hasilnya pun negatif juga. Jadi, hingga saat tersebut, saya belum dapat menyimpulkan unsur apa yang dikandung sampel tersebut selain unsur C.

Setelah sisa pijar, saya melakukan percobaan Faraday untuk mengidentifikasi adanya unsur N. Dan hasil yang ditunjukkan positif, karena lakmus merah yang diletakkan di atas tabung reaksi berubah warnanya menjadi biru.

Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Putri terkait percobaan Lassaigne dan Beilstein, negatif semua. Putri mengatakan bahwa sampel tersebut berdasarkan hasil pengamatan tidak mengandung unsur N, P, S, dan unsur halogen.

Hasil pengamatan Putri tersebut membuat saya cukup bingung, karena berdasarkan percobaan Faraday tersebut, saya menemukan adanya unsur N pada sampel tersebut, tetapi hasil pengamatan Putri melalui percobaan Lassaigne mengatakan hal yang berbeda. Sepertinya terdapat kesalahan pada pembuatan filtrat lassaignenya atau kurang baiknya kondisi pereaksi yang digunakan oleh Putri.

Saat pukul 14.00 kami mendapatkan evaluasi dari responser. Ibu Maryati mengatakan bahwa sebenarnya sampel kami mengandung unsur C, N, S, dan Pb. Sementara yang berhasil kami temukan hanya unsur C dan S.

Untuk pengidentifikasian unsur Pb tidak saya lakukan, karena penganalisaannya membutuhkan mikroskop bahwa apabila sampel dilarutkan dengan larutan KI lalu hasilnya diamati di bawah mikroskop. Hasil positif apabila terdapat lempengan berwarna kuning. Kami tidak melakukannya karena mikroskop baru disediakan di akhir praktikum. Namun setelah kami dievaluasi dan masih ada waktu, kami mencoba percobaan tersebut dan benar ternyata hasilnya positif.

Sebenarnya ada cara lain untuk pengujian Pb yaitu dengan melarutkan sampel menggunakan CH3COOH lalu menambahkannya dengan (NH4)2S, hasil positif apabila terjadi perubahan warna menjadi hitam. Namun karena tidak tersedia (NH4)2S-nya maka kami tidak bisa melakukannya.

Untuk menguji lagi ada atau tidaknya unsur S, kami tidak sempat lagi melakukannya, karena filtrat lassaigne yang kami buat sudah terlanjur kami buang sebelum evaluasi. Dan pembuatan filtratnya lagi itu membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga kami tidak sempat.

Demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih banyak atas kunjungannya :D

Monday, February 25, 2013

Titrasi Asam Basa

Walaupun sudah berkali-kali sering mendengar kata "Titrasi Asam Basa", saya sendiri masih belum bisa mendefinisikannya dengan baik. Setelah merangkumnya dari berbagai sumber, akhirnya saya dapat mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan titrasi asam basa adalah suatu metode penetapan kadar yang mana menggunakan titrannya asam dan titratnya basa atau sebaliknya titrannya basa dan titratnya asam yang mana konsentrasi dari titrannya itu sudah diketahui, dan dalam hal ini reaksi netralisasi merupakan reaksi yang mendasari penetapan kadar tersebut.

Yang dimaksud dengan laruan titran adalah larutan yang pada umumnya berada di dalam buret dan sudah diketahui konsentrasinya serta biasanya merupakan larutan baku (baik primer maupun sekunder). Sementara yang dimaksud dengan larutan titrat adalah larutan yang akan diketahui kadarnya dan biasanya berada di dalam erlenmeyer. 

Larutan baku atau disebut juga dengan larutan standar ada dua macam, yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Bedanya, larutan baku primer merupakan larutan yang mengandung zat baku yang memiliki tingkat kemurniannya tinggi (pengotoran kurang dari 0,01%) sehingga nilai konsentrasi yang dimilikinya sudah dapat digunakan. Sementara larutan baku sekunder merupakan larutan yang mengandung zat baku yang pengotorannya lebih dari 0,01% sehingga untuk mengetahui besar nilai konsentrasinya perlu dibakukan terlebih dahulu dengan larutan baku primer.

Reaksi netralisasi merupakan reaksi penetralan  yang terjadi antara asam dengan basa yang mana akan didapatkan jumlah mol asam dan basa yang sama, kemudian dengan adanya hal itu kita dapat mengetahui konsentrasi larutan yang ingin diketahui kadarnya karena juga sebelumnya kita telah mengetahui konsentrasi dan volume dari larutan standar.

Sebagaimana menurut persamaan berikut:


Sudah sejauh ini seharusnya kita sudah memahami apa yang dimaksud dengan asam dan apa yang dimaksud dengan basa. Untuk lebih mengingatkan lagi bahwa pengertian asam dan basa dijelaskan melalui 3 teori asam basa antara lain teori asam basa Arrhenius, asam basa Bronsted Lowry, dan asam basa Lewis. Menurut saya, mungkin yang lain juga memahami bahwa teori asam basa Bronsted Lowry merupakan perbaikan dari teori asam basa Arrhenius, dan teori asam basa Lewis merupakan perbaikan dari teori asam basa Bronsted Lowry.

Pada asam basa Arrhenius disebutkan bahwa yang dimaksud dengan asam ialah suatu senyawa yang apabila dilarutkan dalam air dapat menghasilkan ion H+ sementara yang dimaksud dengan basa ialah senyawa yang apabila dilarutkan dalam air dapat terionisasi menjadi ion OH-. Contoh asam, HCl dan contoh basa, NaOH. 
Berdasarkan definisi tersebut kita tidak dapat mengidentifikasi senyawa seperti NH4+ dan CH3COO- ke golongan asam atau basa. Oleh karena itu diperbaiki oleh teori asam basa Bronsted Lowry bahwa yang dimaksud dengan asam adalah senyawa yang dapat memberikan proton, sementara basa adalah senyawa yang dapat menerima proton. Contoh asam, NH4+ dan contoh basa, CH3COO-.
Lalu bagaimana dengan NH3? Tergolong asam atau basa? Teori asam basa Bronsted Lowry tidak dapat menjelaskannya. Oleh karena itu disempurnakan oleh teori asam basa Lewis bahwa yang dimaksud dengan asam adalah senyawa yang dapat menerima sepasangan elektron bebas, sementara yang dimaksud dengan basa adalah senyawa yang memberikan sepasang elektron bebas.
Kita sudah mengetahui bahwa kita dapat mengetahui konsentrasi titrat ketika jumlah mol asam yang bereaksi dengan basa sama jumlahnya. Apakah kita tahu pada saat kapan jumlah mol keduanya dapat sama? Tanpa adanya indikator, kita tidak dapat mengetahuinya.

Indikator merupakan zat yang ditambahkan pada larutan titrat atau larutan yang adanya di erlenmeyer yang mana memiliki warna tertentu pada rentang pH tertentu juga. 

Misalnya saja kita ingin mengetahui konsentrasi suatu basa kuat yang mana titrannya tentunya asam kuat. pH yang dihasilkan pasti netral, yaitu sekitar 7. Dalam hal ini, kita perlu menambahkan zat tertentu yang dapat menandakan bahwa pH sudah 7. Biasanya untuk yang kisaran pHnya 7, digunakan indikator fenolftalein. Indikator ini akan segera berubah warnanya menjadi merah apabila adanya penambahan atas kelebihan sedikit ion OH- dari larutan titran. Adanya kelebihan sedikit ion tersebut kemudian segera berubah warnanya akibat jumlah ion asam dan basanya sudah sama. 

Mungkin ada pertanyaan, kenapa indikator pada pH tertentu dapat memiliki warna yang berbeda. Hal ini berkaitan dengan bentuk dalam kesetimbangannya. Kita perlu mengetahui bahwa indikator dalam bentuk ion memiliki warna tertentu dan juga dalam bentuk molekulnya akan memiliki warna tertentu juga.


Pada fenolftalein, ketika berada dalam bentuk molekulnya, larutan menjadi berwarna merah sementara dalam bentuk ionnya menjadi tidak berwarna. Pada kesetimbangan ketika H+ dari asam masih bereaksi dengan OH-, senyawa indikator berada dalam kesetimbangan antara bentuk molekul dan bentuk ionnya. Namun ketika jumlah OH- yang diberikan sudah cukup menetralkan seluruh ion H+ larutan titrat, maka kelebihan satu ion OH- yang ada akan bereaksi dengan indikator sehingga adanya penambahan ion OH- tersebut dapat mempengaruhi kesetimbangan sehingga senyawa indikator bergesar ke arah kiri, yaitu ke bentuk molekulnya yang berwarna merah dan mengindikasikan bahwa larutan telah mencapai titik akhir titrasi.

Kita perlu membedakan titik akhir titrasi (TA) dengan titik ekivalen (TE). Titik akhir titrasi terjadi saat pertama kali segera mengalami perubahan warna pada larutan, sementara titik ekivalen terjadi saat jumlah mol asam tepat sama dengan jumlah mol basa.

Berikut daftar macam-macam indikator, rentang pH, dan keterangan perubahan warnanya. 


Ada banyaknya macam indikator yang bisa digunakan karena reaksi yang terjadi pada titrasi asam basa, dapat menghasilkan pH yang berbeda-beda saat TE, tergantung dari jenis asam dan basa yang digunakan. Dalam hal ini variasi jenis asam dan basa yang biasa digunakan selain asam kuat dengan basa kuat antara lain: (1) basa kuat (titran) dengan asam lemah (titrat), akan menghasilkan rentang pH yang lebih dari 7, (2) asam kuat (titran) dengan basa lemah (titrat), akan menghasilkan rentang pH yang kurang dari 7. 

Titrasi asam basa ini tidak baik digunakan untuk variasi asam basa yang sama-sama lemah, misalnya asam lemah dengan basa lemah. Karena kita tahu bahwa larutan titran haruslah yang merupakan jenis asam atau basa yang kuat.
Dengan perkiraan rentang pH yang akan dihasilkan dari berbagai variasi pH yang sudah dilakukan, maka kita dapat menentukan indikator mana yang sesuai untuk digunakan.

Sebelumnya, saya sudah mengatakan bahwa larutan standar sekunder perlu untuk dibakukan terlebih dahulu dengan larutan standar primer, agar kita dapat menentukan reaksinya. Dalam hal ini, misalnya larutan standar yang akan digunakan NaOH, maka perlu dibakukan dengan larutan standar primer yang bersifat asam, misalnya KHP (Kalium Hidrogen Phtalat). Reaksi yang terjadi, sama seperti sebagaimana reaksi titrasi asam basa pada umumnya sehingga dengan ini diharapkan konsentrasi dari NaOH dapat diketahui. Persamaan reaksi pembakuan NaOH menggunakan KHP adalah sebagai berikut:
Dengan demikian, saya yakin kita sudah mampu memahami konsep dari titrasi asam basa. Cukup sekian. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat, terima kasih banyak atas kunjungannya :D

Saturday, February 23, 2013

Catatan Praktikum Farmakognosi #2

Senin yang lalu, 19 Februari 2013 saya hadir di pertemuan kedua di kelas praktikum farmakognosi. Saat itu saya benar-benar tanpa persiapan sama sekali sehingga nilai untuk diri saya saat itu hanya 50%. Banyak hal yang membuat saya kecewa pada diri saya sendiri saat itu: (1) saya tidak benar-benar memahami materi responsi, (2) saya tidak bisa mengendalikan diri sehingga bersikap tidak tenang, panik, dan berantakan, (3) saya tidak mengamati preparat dengan baik, (4) saya tidak memperhitungkan waktu dengan baik sehingga tidak sempat menyelesaikan semua pengamatan, (5) saya tidak sempat menggambar pengamatan secara langsung, dan hal yang paling mengecewakan diri saya sendiri adalah (6) saya tidak mencapai tujuan yang diharapkan selama praktikum tersebut.

Seharusnya pada praktikum tersebut saya sudah mampu untuk mengidentifikasi daun secara makroskopik dan mikroskopik serta mampu untuk membedakan daun yang satu dengan yang lainnya secara mikroskopik.  Secara makroskopiknya mulai dari bentuk, warna, rasa, dan baunya. Sementara secara mikroskopiknya: anatomi jaringan, sel, dan bagian-bagian spesifik lainnya dari daun harus sudah saya pahami.

Melalui catatan ini, saya berusaha untuk menuangkan pemahaman saya terkait hal tersebut yang saya dapatkan pengetahuannya dari luar praktikum, misalnya saja dari buku panduan, internet, dan lain sebagainya.

Pada catatan ini, saya tidak akan menjelaskan morfologi tumbuhan secara makroskopik melainkan yang akan saya jelaskan lebih ke anatomi daun secara mikroskopik karena memang materi praktikum farmakognosi dalam satu semester ini hanya yang berkaitan dengan analisis anatomi tumbuhan secara mikroskopik.

Secara mikrosokopik diharapkan kita mampu mengidentifikasi adanya jaringan epidermis, jaringan mesofil, jaringan vaskular (xilem dan floem), kutikula, stomata, rambut, jaringan parenkim palisade, jaringan parenkim spons (bunga karang), kristal, dan bahan ergastik lainnya.

Yang paling penting dari semua pengidentifikasian tersebut adalah kita dapat membedakan jenis daun yang satu dengan yang lainnya melalui pengamatan secara mikroskopik. Jadi, hanya dengan pengamatan melalui mikroskopik (setelah melihat ternyata ada bagian yang spesifik yang hanya dimiliki oleh jenis daun tertentu saja), kita sudah bisa yakin bahwa yang sedang kita amati merupakan jenis daun tertentu. Misalnya, melalui mikroskop kita dapat melihat adanya banyak rambut di sekelilingnya, maka kita bisa katakan bahwa daun tersebut merupakan daun sembung (Blumeae Folium), meskipun kita tahu tentunya ada jenis daun lainnya yang memiliki banyak rambut di sekelilingnya, kita bisa lebih yakin lagi dengan melihat bagian spesifik lainnya yang memang juga dimiliki oleh daun tersebut yang mana bagian tersebut jugalah yang membedakannya dengan daun yang lain.

"Memangnya secara umum itu setiap daun memiliki bagian apa saja sih?" Pertanyaan tersebut merupakan hal yang sempat singgah pertama kali di pikiran saya. Setelah membuka kembali catatan ketika semester 2 yang lalu, saya diingatkan bahwa pada umumnya daun berdasarkan fungsinya memiliki 5 macam jaringan, yaitu (1) jaringan pelindung, (2) jaringan dasar (parenkim), (3) jaringan penunjang, (4) jaringan pengangkut, dan (5) jaringan sekresi serta kelenjar.

Pertama, jaringan pelindung (epidermis). Tentunya jaringan pelindung ini berfungsi sebagai pelindung yang mana pembentukannya terletak pada paling luar daun. Selain itu, jaringan ini juga berfungsi untuk mencegah penguapan yang berlebih. Pada umumnya jaringan ini tersusun dari satu lapis sel dan dapat bermodifikasi dengan adanya penambahan lilin, rambut (trichoma), emergensia, dan stomata.

Fungsi dari trichoma adalah membantu melindungi daun dari kerusakan dan penguapan yang berlebih serta memberikan pula adanya penambahan pada luas permukaan jaringan epidermis.

Trichoma ini terdiri dari lima macam antara lain rambut penutup, rambut kelenjar, rambut sisik, rambut sengat, dan rambut akar. Saya sendiri belum mengetahui perbedaan antara kelimanya, bisa jadi perbedaannya terletak pada bentuknya. Bagi saya, jenis rambut yang penting hanya dua yaitu rambut daun penutup dan rambut daun kelenjar. Tentunya perbedaannya adalah bahwa pada rambut kelenjar, selain fungsinya untuk menambah luas permukaan epidermis, rambut kelenjar juga berfungsi dalam mensekresikan kelenjar seperti minyak atsiri misalnya. Untuk informasi saja bahwa rambut kelenjar ada dua tipe, yaitu tipe asteraceae (compositae) dan tipe lamiaceae (labiatae). Untuk perbedaan lebih jelasnya saya belum mengetahuinya.

Stomata merupakan modifikasi dari epidermis yang berfungsi sebagai tempat pertukaran udara. Stomata ini berdasarkan jumlah sel tetangganya, letak celahnya, dan bentuknya teridiri dari 6 tipe, yaitu tipe anomositik, tipe anisositik, tipe parasitik, tipe diasitik, tipe aktinositik, dan tipe bidiasitik.


Sebelum dapat membedakan keenam tipe stomata tersebut, kita perlu mengetahui adanya sel penutup dan sel tetangga. Dari gambar di bawah ini, sudah jelas pengertiannya.


Tipe anomositik artinya merupakan tipe stomata yang mana terdiri dari tiga atau lebih sel tetangga yang bentuknya tidak beraturan sehingga sulit untuk diidentifikasi.

Tipe anisositik merupakan tipe stomata yang terdiri dari tiga atau lebih sel tetangga yang bentuknya jelas dan salah satunya pasti lebih kecil dari yang lain.

Tipe parasitik dan tipe diasitik merupakan tipe stomata yang dilihat dari letak celahnya. Untuk tipe parasitik, merupakan tipe stomata yang celah antara sel penutup dan celah sel tetangganya tampak sejajar. Sementara tipe diasitik merupakan tipe stomata yang celah antara sel penutup dan sel tetangganya saling bersilangan tegak lurus.

Berdasarkan bentuk sel tetangganya, stomata tipe aktinositik dan tipe bidiasitik berbeda. Tipe aktinositik merupakan tipe stomata yang bentuk sel tetangganya tampak melingkar. Sementara tipe bidiasitik merupakan tipe stomata yang sel tetangganya terdiri dari 2 lapis sel epidermis.

Selain adanya modifikasi menjadi stomata, epidermis juga dapat bermodifikasi menjadi emergensia. Yang saya pahami mengenai emergensia merupakan suatu tonjolan dari epidermis. Yang apabila tonjolannya tersebut halus maka disebut papila, sedangkan apabila tonjolannya kasar dan agak tajam maka disebut duri palsu. Kenapa palsu? Sudah dapat disebut dengan duri asli apabila ada peranan dari jaringan cortex.

Kedua, mengenai jaringan dasar (parenkim), yang dimaksud dengan jaringan dasar adalah jaringan terbesar yang ada di tumbuhan baik di daun, batang, akar, buah, biji, dan sebagainya. Jaringan dasar ini disebut juga dengan jaringan pengisi.

Berikut merupakan 5 macam jaringan dasar berdasarkan fungsinya:
  1. Untuk fotosintesis, terdapat jaringan klorenkim yang mana terdiri dari jaringan palisade dan bunga karang.
  2. Untuk transportasi karbon dioksida seperti aerenkim dan aktinenkim.
  3. Untuk penyimpanan air, misalnya vilamen.
  4. Untuk pengangkutan bahan makanan yaitu jaringan pengangkut dan jari-jari empulur.
  5. Untuk tempat penyimpanan cadangan makanan yaitu empulur.
Beda aerenkim dan aktinenkim adalah pada bentuknya, yang bentuknya seperti bintang adalah aktinenkim. 

aerenkim
aktinenkim

Untuk penyimpanan air berdasarkan modul saya, disebut sebagai vilamen, tetapi dosen saya sempat mengatakan bahwa jaringan di bawah epidermis atas yang biasanya kelihatan mengkilap dan bening disebut sebagai jaringan hipodermis, yang mana mengkilap dan bening karena mengandung air, saya sendiri kurang mengetahui apakah hipodermis ini nama lainnya dari vilamen.

Mengenai empulur dan jari-jari empulur, saya kurang tahu perbedaannya. Tetapi dalam hal ini, ada yang mengatakan bahwa empulur itu berbentuk lingkaran, sebagaimana lingkaran memiliki jari-jari, maka empulur juga memiliki jari-jari yang disebut sebagai jari-jari empulur.


Ketiga, jaringan penunjang. Jaringan penunjang disebut juga dengan jaringan mekanik. Fungsi dari jaringan ini tentunya adalah untuk menunjang dan memperkuat tumbuhan. Jaringan ini terdiri dari 2 macam. yaitu kolenkim dan sklerenkim. Perbedaannya pada penebalannya. Pada kolenkim terjadi penebalan pada salah satu bagian dinding selnya, misalnya saja pada bagian sudutnya atau pada kedua bagian atas dan bawahnya. Sementara sklerenkim merupakan jaringan penunjang yang lebih tebal dari kolenkim karena mengalami penebalan pada bagian dalam selnya.


Keempat, jaringan pengangkut. Jaringan ini terdiri dari dua macam, yaitu xilem dan floem. Xilem berfungsi untuk mengangkut garam dan air mineral dari akar hingga ke daun, sementara floem mengangkut hasil fotosintesis dari daun ke seluruh bagian tumbuhan.

Pada xilem, terdiri dari empat bagian penting yaitu, trakea, trakeid, serabut xilem, dan parenkim xilem. Pada floem juga terdiri dari empat bagian penting antara lain pembuluh tapis, sel pendamping/pengiring, serabut floem, dan parenkim floem.

Xilem
Floem

Berdasarkan susunan atau tata letak antara xilem dan floem. Ikatan pembuluhnya dibedakan menjadi empat macam, yaitu ikatan pembuluh (1) kolateral, (2) bikolateral, (3) konsentris, dan (4) radial.

Yang dimaksud dengan ikatan pembuluh kolateral merupakan ikatan pembuluh yang ada pada tumbuhan secara umum di mana floem terletak di luar xilem. Pada ikatan pembuluh jenis ini ada 2 tipenya, yaitu kolateral terbuka dan kolateral tertutup. Disebut kolateral terbuka apabila antara xilem dan floem terdapat kambium, dan sebaliknya apabila tidak terdapat kambium di antaranya disebut kolateral tertutup.


Kemudian yang dimaksud dengan bikolateral, apabila floem terletak tidak hanya di bagian luar xilem saja, tetapi juga di bagian dalam xilem.


Ikatan pembuluh tipe konsentris terdiri dari dua macam, yaitu konsentris amfikribal (apabila floem terletak melingkari xilem) dan konsentris amfivasal (apabila xilem yang melingkari floem).


Disebut ikatan pembuluh tipe radial apabila posisi xilem dan floemnya saling berdampingan.


Kelima, jaringan sekresi dan kelenjar. Singkatnya mengenai jaringan sekresi dan kelenjar merupakan jaringan yang terdiri dari sel-sel yang dapat mensekresi atau mengekresi hasil metabolismenya baik yang dikeluarkan melalui suatu saluran maupun disimpan di dalam sel untuk digunakan sendiri. Jaringan sekresi ini biasa juga disebut dengan jaringan laticifer atau jaringan lateks.

Selain mengetahui adanya macam jaringan secara umum pada tumbuhan, kita perlu juga untuk mengetahui adanya bahan ergastik lainnya yang mungkin spesifik pada suatu tumbuhan tertentu.

Bahan ergastik merupakan persenyawaan yang dihasilkan ketika tubuh tumbuhan melakukan metabolisme. Bahan ergastik ini dapat berupa droplet (tetesan), zat amorf, dan zat kristal. Yang berupa tetesan antara lain minyak, protein, dan alkaloid. Yang termasuk zat amorf yaitu aleuron dan pati. Saya sendiri masih belum tahu apa yang dimaksud dengan aleuron. Kemudian yang termasuk ke dalam zat kristal antara lain oksalat, getah, dan damar.

Berikut merupakan macam-macam bentuk kristal yang dapat kita lihat secara mikroskopik.


Penjelasannya adalah sebagai berikut: A: bentuk roset, B: bentuk druss, C: bentuk prismatis, D: bentuk rafida atau jarum, dan E: bentuk sistolit.

Sepertinya dengan bekal pengetahuan mengenai adanya macam-macam jaringan secara umum dan bahan-bahan ergastik lainnya yang terdapat pada tumbuhan khususnya pada daun sudah cukup untuk segera beralih untuk dapat mengetahui bentuk-bentuk jaringan spesifik yang dimiliki oleh daun tumbuhan tertentu. Pada kesempatan ini, saya akan menjelaskan bagian-bagian spesifik dari empat jenis tumbuhan berikut, yaitu Psidii Folium, Abri Folium, Cocae Folium, dan Blumeae Folium.

Pertama, mari kita bahas mengenai apa saja bagian yang menjadi penanda spesifik yang dapat membedakan Psidii Folium dengan jenis daun lainnya. Psidii Folium berasal dari tanaman Psidium guajava L, famili Myrtaceae.


Sebelumnya saya ingin berbagi cerita, alasan saya mengapa kemampuan untuk membedakan jenis daun secara spesifik menjadi penting, karena sebenarnya apabila kita diminta untuk menganalisis suatu serbuk daun misalnya, maka kita bisa dengan mudah mengidentifikasi daun yang sedang kita analisis.

Baiklah, jadi berdasarkan pemahaman saya untuk Psidii Folium, bagian spesifik dari jenis daun ini antara lain memiliki stomata tipe anomositik, memiliki rambut penutup yang tidak begitu lurus bentuknya, memiliki kristal bentuk roset dan prismatis, terdapat kelenjar minyak juga, dan adapula kolenkimnya.

Kedua, Abri Folium yang berasal dari tanaman Abrus precatorius Linn, famili Leguminoseae.


Bagian spesifik dari jenis daun ini antara lain, terdapat kutikula di bagian luar epidermisnya, terdapat papila, memiliki rambut penutup yang kaku dan seperti pedang, memiliki penebalan berkas pengangkut bentuk spiral, dan memiliki kristal berbentuk kubus.

Ketiga, Coca Folium, berasal dari 3 spesies tanaman berikut, yaitu Erythroxylon coca, Erythroxylon truxillense, dan Erythroxylon novogranatense, ketiganya berasal dari famili Erythroxylaceae.


Jenis daun ini memiliki bagian yang spesifik antara lain, tidak memiliki rambut penutup, memiliki stomata dengan tipe parasitik dan terdapat kristal berbentuk prismatis di sekeliling serabut berkas pembuluhnya dan di jaringan palisade.

Keempat, yang terakhir adalah Blumeae Folium, biasa juga disebut dengan daun sembung, yang berasal dari tanaman Blumeae Balsamifera (L.) DC, dari famili Compositae.


Bagian spesifik yang dimiliki oleh jenis daun ini antara lain memiliki rambut kelenjar tipe asteraceae, memiliki banyak rambut penutup (paling banyak dibandingkan ketiga daun lainnya yang sudah disebutkan sebelumnya), memiliki stomata dengan tipe anomositik, dan memiliki berkas pengangkut dengan penebalan spiral dan tangga.

Untuk bagian-bagian spesifik yang sudah saya sebutkan, mohon maaf tidak bisa ditampilkan gambarnya, karena saya sendiri belum benar-benar dapat mengamatinya melalui mikroskop. Semoga saja pertemuan berikutnya saya ada waktu untuk mengamati ulang bagian spesifiknya sehingga saya bisa membaginya melalui ini.

Cukup sekian, sekali lagi mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

Friday, February 22, 2013

Exhausted :(

 
I really know the reason why Allah sends the human into the earth, Allah hopes us to be the leader of the earth, asks us to take care the earth, and do a lot of good deeds each others. The good deeds that we have done in the earth will be the ticket to heaven where we can take a rest in our whole life which never end. 

I realize this and I try my best to do a lot of good deeds and I really hope that the people can get the benefits from me. I'm not looking forward for anything. I just want to get the ticket to heaven, because of why? Because I feel that, my life was so difficult, strict, and really exhausting so this is really clear that I want to take a rest. 

In this case, I never blame the college as the thing that makes me difficult. I love studying and searching for the knowledge (It doesn't mean that I'm clever, I just an ordinary guy who are not expert in the knowledge). The whole benefits from studying, as big as possible, I give only for the people, especially for my mother. I don't want anything in my life except doing good deeds and return the favor of my parents.

Doing good deeds is not easy. Certainly, we'll meet any constrains especially from the people. There are a lot of type of people in the world. We must have different outlook of the life and it also means that it's not easy to work together with the people. That's the problem point of my life which sometimes push me to give up. Then, I feel the life is so difficult and really exhausting because of the various type of the people. The people who don't care, the people who don't take their responsibility, the people who lazy, the people who give negative thinking, the people who underestimate the others, and the people who arrogant are something make me hard, comfortless, and exhausted.

But, after looking back to the past until now, I feel that I'm still not worthy to take a rest soon. I still have to collect more and more good deeds. Because until know my mistakes and my good deeds still in balance. Beside of the good deeds, I also have a lot of mistakes, there may be a lot of people hurt by me and may be there are still people who haven't forgiven me yet. I just want they to forgive me, so a lot of mistakes that I have can be erased and I can take a rest without any burden.

But, I still have a responsibility for the life, I still have a mission and dreams. I shouldn't take a rest easily before reaching that mission and dreams. For the people as the constrain for me to reach the aim must be a learning for me of the life. It taught me to work harder to reach the aim. Hopefully, after reaching the aim, mission, and dreams, I can spread the benefits and can take a rest in the heaven comfortably.
Posted on by Nurul Fajry Maulida | No comments

Monday, February 18, 2013

Analisis Unsur

 
Sebagai seorang calon farmasis, saya harus mengetahui bagaimana mengidentifikasi suatu senyawa. Oleh karena itulah kami mendapatkan mata kuliah ABBF (Analisis Bahan Baku Farmasi) yang mana salah satunya mempelajari cara mengidentifikasi suatu senyawa apakah mengandung unsur atau gugusan tertentu. 

Untuk kesempatan pertama, saya akan memaparkan secara sederhana mengenai cara menganalisis unsur terlebih dahulu, baru kemudian saya akan memaparkan cara menganalisis gugusan.

Seperti yang kita ketahui, di alam ini terdapat dua unsur, yaitu unsur nonlogam dan unsur logam. Contoh dari unsur-unsur yang termasuk ke dalam unsur nonlogam antara lain C, H, O, N, S, P, dan unsur-unsur yang termasuk golongan halogen. Sementara contoh dari unsur-unsur logam antara lain Sn, Cr, Fe, Mg, As, Pb, Li, K, Ba, Bi, Cu, Cd, Ca, Mn, Na, Sb, Sr, Zn, dan Al. Beberapa dari contoh tersebut akan saya jelaskan di bawah ini.

Pertama, saya akan menjelaskan cara mengidentifikasi atau menganalisis suatu senyawa yang mengandung unsur C. Penyelidikannya bisa dilakukan dengan 3 caraantara lain pengarangan/vercaling/pirolisis, percobaan penfield, dan pemijaran dengan CuO.

Dengan pengarangan/vercaling/pirolisis, prinsipnya adalah terbentuknya perubahan warna mejadi coklat atau hitam pada senyawa yang diamati. Cara kerjanya begini, zat yang akan diamati diletakkan di cawan porselen, panaskan tetapi apinya jangan langsung mengenai bawah zat tersebut agar perubahan warna mudah diamati (saya sendiri agak bingung dengan pernyataan tersebut, namun begitulah yang tertulis di buku panduan saya). Kemudian amati gejala pengarangannya, akan terjadi perubahan warna menjadi coklat atau hitam. 

Ketika dipanaskan kembali, warna hitam tersebut dapat menghilang. Penghilangan warna tersebut dapat dipercepat dengan pemberian HNO3.

Kemudian dengan cara percobaan penfield, prinsipnya adalah terbentuknya warna putih. Pereaksi yang digunakan pada percobaan ini antara lain PbCrO4 dan Ba(OH)2. Caranya, sebelum memberi perlakuan pada zatnya, perlu untuk mempersiapkan pereaksinya. PbCrO4 dilumerkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan, setelah itu dimasukkan ke dalam tabung sempit sebanyak 0,5 gram dan tambahkan pula zat yang akan diamati sebanyak 25 mg.  Tabung sempit tersebut kemudian diletakkan mendatar, panaskan campuran zat tersebut dengan pereaksi berikutnya, yaitu Ba(OH)2. Dengan inilah apabila terdapat unsur C akan terbentuk warna putih.

Warna putih yang dihasilkan merupakan senyawa BaCO3. Senyawa ini dihasilkan berturut-turut dimulai ketika PbCrO4 direaksikan dengan zat yang mengandung unsur C yang kemudian akan membentuk senyawa PbCO3. Dengan pemanasan lebih lanjut, PbCO3 tersebut akan terurai menjadi PbO dan CO2. Ketika direaksikan selanjutnya dengan Ba(OH)2 inilah terbentuk senyawa BaCO3 yang memberikan warna putih.

Cara yang telah saya sebutkan dalam percobaan penfield ini sebelumnya berlaku untuk zat-zat yang tidak mudah menguap. Untuk zat yang mudah menguap mendapatkan perlakuan yang berbeda.

Kalau saya tidak salah memahami, perbedaannya adalah pereaksi PbCrO4nya dipijarkan dalam tabung sempit (jadi tidak dilumerkan kemudian dihaluskan seperti yang sebelumnya). Kemudian zat yang diamati ditambahkan ke dalam pijaran, karena mudah menguap maka perlu segera ditutup menggunakan penutup gabus tetapi ditutup dengan longgar. Setelah itu letakkan tabung secara mendatar dan alirkan dengan air barit (Ba(OH)2), amati perubahan warnanya.

 Sementara pemijaran dengan CuO mekanismenya begini, CuO yang halus dipijar, dimasukkan ke dalam tabung, didinginkan. Lalu CuO harus kering kemudian ditambah dengan zat yang akan diamati, dipijar lagi. Dengan adanya campuran tersebut akan dihasilkan CO2 yang dapat diidentifikasi dengan dialirkannya CuO tersebut ke dalam air barit (Ba(OH)2) yang ditandai dengan adanya kekeruhan.

Kedua, saya akan menjelaskan cara untuk mengidentifikasi dan menganalisis unsur N. Unsur N ini dapat dianalisis dengan 3 cara, yaitu dengan percobaan kjeldahl, Faraday, dan Lassaigne.

Dengan percobaan Kjedahl, dibebaskannya NH3 yang dapat ditunjukkan keberadaannya dengan pereaksi nessler. Percobaan ini membutuhkan 3 pereaksi, yaitu H2SO4, H2O, dan NaOH.

Caranya adalah memasukkan zat yang akan diamati ke dalam tabung reaksi, lalu tambahkan dengan H2SO4, panaskan. Setelah itu didinginkan, lalu encerkan dengan H2O. Di akhir, tambahkan dengan NaOH sampai reaksi basa (alkalis). Saat itulah kemudian periksa dengan pereaksi nessler, apabila menunjukkan hasil positif maka zat tersebut mengandung unsur N. 

Dengan percobaan Faraday, prinsipnya adalah terbentuk NH3 yang dapat ditunjukkan dengan birunya kertas lakmus. Pereaksi yang dibutuhkan antara lain CaO dan asbes.

Caranya adalah dengan memasukkan zat yang akan diamati ke dalam tabung reaksi, tambahkan dengan CaO, panaskan, mula-mula dengan suhu yang rendah, perlahan-lahan dinaikkan hingga memijar. Setelah itu didinginkan. Di bagian atas tabung diletakkan asbes dan di atas asbes tersebut diletakkan kertas lakmus. Apabila lakmus menjadi biru maka zat tersebut mengandung unsur N.

Kemudian dengan percobaan Lassaigne, prinsipnya adalah membuat filtrat lassaigne terlebih dahulu lalu diperlakukan dengan percobaan lain yang sesuai. Selain itu, pada prinsipnya, adanya unsur N tersebut ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi warna biru berlin. 

Cara membuat filtrat lassaigne-nya terlebih dahulu adalah sebagai berikut:
Prinsipnya adalah terbentuknya senyawa NaCN pada zat yang mengandung unsur N dengan pereaksinya adalah Na. Caranya adalah dengan memasukkan Na ke dalam tabung reaksi dan menambahkannya dengan zat yang akan diamati, panaskan hingga memijar. Miringkan tabung sedikit agar lebih tercampur. Kemudian didinginkan, setelah itu ditambahkan air, aduk, didihkan sebentar, lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang dihasilkan harus jernih. Apabila tidak jernih maka dekstruksi tidak sempurna dan percobaan harus diulang kembali.

Filtrat lassaigne yang telah dibuat kemudian digunakan untuk mengidentifikasi adanya unsur N. Prinsipnya adalah adanya perubahan warna menjadi biru berlin seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya. Pereaksi yang digunakan antara lain FeSO4 dan H2SO4. 

Caranya adalah dengan memasukkan kristal FeSO4 ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan dengan filtrat lassaigne yang telah dibuat, panaskan perlahan-lahan sambil dikocok dan tambahkan H2SO4 secukupnya hingga terbentuk warna biru berlin.

Ketiga, saya akan menjelaskan mengenai cara menganalisis atau mengidentifikasi adanya unsur P. Penyelidikan unsur P ini dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu dengan cara percobaan kjeldahl, lassaigne, castellana, dan wurzschmit. Perlu diketahui bahwa bisa dibilang--berdasarkan pemahaman saya--bahwa percobaan wurzschmit ini merupakan percobaan spesifik untuk unsur P. Oleh karena itu saya akan menjelaskan dengan percobaan tersebut terlebih dahulu.

Dengan percobaan wurzschmit, prinsipnya adalah terbentuknya senyawa fosfat yang dapat ditunjukkan dengan penambahan molybdat. Pereaksi yang digunakan adalah HNO3 atau bisa juga menggunakan Natrium Peroksida.

Caranya adalah dengan memasukkan zat yang akan diamati ke dalam bom wurzschmit, tambahkan dengan HNO3 atau Natrium Peroksida, panaskan. Kemudian hasilnya dapat ditunjukkan dengan penambahan molybdat apabila terkandung unsur P. Penambahan molybdat tersebut apabila diamati menggunakan mikroskop akan terlihat adanya kristal spesifik.

Dengan percobaan kjeldahl, pereaksinya hampir sama dengan yang dilakukan untuk mengidentifikasi unsur N, yaitu H2SO4, H2O, serta amin molybdat dan HNO3 (berbeda dengan yang sebelumnya yang menggunakan NaOH bukan amin molybdat dan HNO3). Namun prinsipnya adalah terbentuk fosfat yang dapat ditunjukkan dengan amin molybdat dan HNO3 yang mana dapat terbentuk adanya kristal spesifik yang dapat diamati melalui mikroskop. 

Caranya adalah dengan memanaskan zat yang akan diamati dengan H2SO4 di dalam tabung reaksi. Dinginkan, kemudian encerkan dengan H2O. Lalu tambahkan HNO3 dan amin molybdat. Gunakan mikroskop untuk melihat kristal spesifik. Selain itu setelah ditambahkan kedua pereaksi terakhir bisa ditambahkan NH4NO3 agar dapat memberikan endapan berwarna kuning.

Dengan percobaan lassaigne, prinsipnya adalah terbentuknya senyawa Na3P atau PH3 pada filtrat lassaigne. Cara pembuatannya sama seperti yang sebelumnya, namun setelah filtrat lassaigne jadi, kemudian diperlakukan dengan perlakuan yang sesuai, tidak sama dengan yang sebelumnya.

Cara dan prinsip yang lebih spesifiknya saya tidak bisa jelaskan karena tidak terdapat pada buku panduan yang saya miliki. 

Kemudian dengan percobaan  castellana, prinsipnya sama dengan percobaan lassaigne, hanya saja percobaan castellana ini bisa dikatakan merupakan percobaan perbaikan dari lassaigne. Sebagaimana kita tahu bahwa pereaksi yang digunakan pada percobaan lassaigne adalah Na, dan Na itu sendiri mudah meledak dengan air, maka di percobaan castellana ini dicoba untuk memperbaiki. Jadi, pereaksi yang digunakan tidak lagi Na, melainkan campuran Mg dan Na2CO3 dengan perbandingan 1:2. Selain lebih aman, percobaan ini lebih cepat.

Keempat, saya akan menjelaskan mengenai cara menganalisis atau mengidentifikasi unsur S. Unsur S ini dapat diselidiki dengan percobaan lassaigne dan castellana.

Dengan percobaan lassaigne, prinsipnya adalah terbentuknya senyawa Na2S atau S saja. Pereaksi yang digunakan sama dengan sebelumnya. Hanya saja kemudian ketika filtratnya lassaigne-nya jadi, kemudian diperlakukan dengan percobaan lain yang sesuai. 

Percobaan lain yang bisa digunakan ada 3, dengan Pb-asetat, Na-Nitroprussida, dan KCNS.

Dengan Pb-asetat, prinsipnya adalah terbentuk endapan PbS berwarna hitam. Pereaksi yang digunakan tentunya Pb-asetat. Selain itu digunakan pula asam asetat. Jadi, caranya adalah dengan menambahkan asam asetat pada filtrat lassaigne-nya, kemudian ditambahkan larutan Pb-asetat, amati adanya perubahan warna menjadi hitam.

Dengan Na-Nitroprussida, prinsipnya terbentuk warna merah ungu. Pereaksi yang digunakan hanya Na-Nitroprussida. Caranya dengan menambahkan Na-Nitroprussida ke dalam filtrat lassaigne yang kemudian akan membentuk warna merah ungu apabila terdapat unsur S.

Dengan KCNS, prinsipnya akan terbentuk warna violet dengan pereaksinya KCNS sendiri. Caranya dengan menambahkan KCNS ke dalam filtrat lassaigne-nya. lalu amati perubahan warna menjadi violet yang menandakan adanya unsur S.

Kelima, saya akan menjelaskan mengenai cara untuk menyelidiki adanya unsur halogen pada suatu senyawa. Ada 3 cara antara lain dengan percobaan beilstein, faraday, dan lassaigne. Percobaan beilstein, bisa dikatakan merupakan percobaan spesifik untuk unsur halogen ini.

Percobaan beilstein, prinsipnya adalah berubah warnanya menjadi hijau. Pereaksi yang digunakan antara lain menggunakan kawat Cu, HNO3, dan oksida tembaga.

Caranya adalah dengan mencelupkan kawat Cu yang bersih ke dalam HNO3 kemudian pijarkan dengan dilakukan beberapa kali. Setelah itu, kawat Cu yang dipijar dicelupkan ke dalam oksida tembaga. Setelah itu, baru kemudian dicelupkan ke dalam zat yang akan diamati, panaskan. Akan terbentuk warna hijau jika positif.

Dengan percobaan faraday, prinsipnya adalah terbentuknya Ca-halogenida dengan pereaksi CaO. Caranya hampir sama dengan yang sebelumnya.

Dengan percobaan lassaigne, prinsipnya adalah terbentuknya endapan halogenida. Pereaksi yang digunakan antara lain HNO3/H2SO4 dan AgNO3.

Caranya adalah dengan mengasamkan filtrat lassaigne yang telah dibuat dengan HNO3/H2SO4, kemudian uapkan di penangas air dengan cawan penguap. Lalu hilangkan zat yang lain kembali dengan HNO3, tambahkan dengan AgNO3 hingga terbentuk endapan Ag-halogenida.

Untuk berikutnya, saya akan memaparkan mengenai cara menganalisis/mengidentifikasi/menyelidiki unsur yang logam. Pada unsur logam ini, perlu diperhatikan adanya 2 jenis, yaitu unsur logam yang dapat hilang dengan pemijaran dan unsur logam yang dapat meninggalkan sisa pijar. Dalam hal ini, hanya terdapat 2 unsur (yang saya ketahui) yang termasuk ke dalam logam yang dapat hilang dalam pemijaran yaitu As dan Hg.

Langsung saja, untuk yang keenam, saya akan menjelaskan cara menyelidiki unsur As. Prinsipnya adalah adanya perubahan warna pada kertas saring menjadi kuning, lalu hitam dan terciumnya bau bawang. Pereaksi yang digunakan Zn, H2SO4 encer, Pb-asetat, dan AgNO3.

Caranya adalah dengan memasukkan zat yang diperiksa ke dalam tabung reaksi, tambahkan Zn dan asam sulfat encer, panaskan. Leher tabung dibasahi dengan Pb-asetat, sementara mulut tabung ditutup kertas saring yang dibasahi dengan AgNO3 sehingga pada akhirnya dapat diamati perubahan warna pada kertas saring menjadi warna kuning, lalu hitam, dan tercium bau bawang.

Ketujuh, saya akan menjelaskan cara menganalisis unsur Hg. Prinsipnya akan terbentuk bercak abu-abu yang jika digosok akan berkilatan seperti perak. Pereaksi yang digunakan adalah tembaga putih. 

Caranya adalah dengan dengan meneteskan zat yang mengandung Hg ke atas tembaga putih, maka akan terbentuk bercak abu-abu yang jika digosok akan berkilatan seperti perak.

Untuk berikutnya, saya akan menjelaskan unsur yang termasuk ke dalam unsur logam yang meninggalkan sisa pijar.

Kedelapan, saya akan menjelaskan cara menganalisis unsur Sn. Prinsipnya adalah terbentuknya endapan putih keabu-abuan. Pereaksi yang digunakan antara lain kalomel (Hg2Cl2) dan HCl. Caranya adalah dengan melarutkan zat yang akan diamati dengan HCl kemudian tambahkan dengan kalomel padat maka akan terbentuk endapan putih keabu-abuan. Hasil ini hanya dapat memberikan hasil positif untuk Sn2+ tidak untuk Sn 4+.

Kesembilan, unsur Cr. Prinsipnya adalah dengan terbentuknya massa hijau yang tak terleburkan. Pereaksinya antara lain Na2CO3 dan unsur C (sebagai katalis). Caranya adalah dengan zat yang akan diamati dipijarkan terlebih dahulu dengan menggunakan cawan krusibel, masukkan ke dalam tanur 800 derajat celcius sampai pijar, tambahkan Na2CO3 dan unsur C, nantinya akan terbentuk Cr2O3 yang merupakan massa berwarna hijau tak terleburkan.

Kesepuluh, unsur Mg. Prinsipnya adalah terbentuknya endapan berupa kristal putih. Pereaksi yang digunakan antara lain asam nitrat, amonium klorida, dan dinatrium hidrogen fosfat. Caranya adalah dengan mencampurkan zat yang akan diamati dengan asam nitrat encer, lalu tambahkan dengan amonium klorida dan berikan amonium berlebih, setelah itu reaksikan dengan dinatrium hidrogen fosfat maka akan terbentuk endapan berupa kristal putih.

Kesebelas, unsur Li. Unsur Li ini dapat dianalisis dengan 2 cara, yaitu reaksi nyala dan 1 reaksi lagi yang saya tidak tahu nama reaksinya apa.

Dengan reaksi nyala, prinsipnya terbentuk warna nyala merah karmin yang intensif. Pereaksi yang digunakan asam nitrat. Caranya adalah dengan melarutkan zat yang akan diamati dengan menggunakan asam nitrat lalu panaskan dengan api, maka akan memberikan nyala warna merah karmin intensif yang mewarnai bunsen.

Dengan cara melalui suatu reaksi, prinsipnya adalah terbentuknya endapan putih. Pereaksinya adalah asam klorida, natrium hidroksida, dan dinatrium hidrogen fosfat. Caranya adalah dengan melarutkan zat yang akan diamati dengan asam klorida, kemudian ditambahkan natrium hidroksida dan dinatrium hidrogen fosfat maka akan terbentuk endapan putih.

Kedua belas, unsur K dapat dianalisis dengan 4 macam reaksi. (1) Dengan reaksi nyala dapat memberikan warna nyala ungu menggunakan kaca kobalt. (2) Dengan ditambah asam asetat dan Na3Co(NO2)6 akan menghasilkan endapan kuning. (3) Dengan reaksi tripel nitrat dapat menghasilkan endapan berwarna biru kehitaman. (4) Dengan dipijarkan kemudian ditambah air, lalu asam pikrat, membentuk kristal endapan putih.

Ketiga belas, unsur Ba. Kita tahu bahwa unsur Ba memiliki sifat tidak larut dalam bentuk BaSO4. Oleh karena itu apabila suatu zat direaksikan dengan asam sulfat dan tidak dapat larut di mana-mana bisa kita katakan bahwa zat tersebut adalah Ba.

Selain itu, unsur Ba juga dapat diuji melalui reaksi nyala dan reaksi lainnya. Dengan reaksi nyala memberikan warna hijau biru. Dengan pereaksi asam asetat dan meditren akan dihasilkan warna jingga yang di bawah mikroskop memberikan bentuk seperti jarum-jarum. Caranya adalah dengan memijarkan zat terlebih dahulu baru kemudian ditambahkan asetat dan meditren.

Keempatbelas, unsur Bi. Ada sekitar 4 cara untuk mengidentifikasi Bi. (1) Dengan pemijaran apabila terbentuk warna kuning/jingga dan tidak mengalami perubahan warna maka zat tersebut mengandung unsur Bi, tetapi jika berwarna kuning/jingga tetapi mengalami perubahan warna menjadi putih maka zat tersebut mengandung unsur Zn. Reaksi warna saja tidak cukup. (2) Bi pada prinsipnya juga dapat membentuk amalgam dengan ditambahkan asam asetat atau asam klorida. (3) Selain itu, unsur Bi ini juga dapat berwarna merah apabila diasamkan dan ditambah denagn larutan iodium. (4) Dan terakhir bisa menjadi warna hitam apabila direaksikan dengan garam tioasetamid.

Kelima belas, unsur Cu. Ada dua cara, yang pertama membutuhkan pereaksi asam asetat, yang nantinya akan berwarna biru muda. Caranya adalah dengan memijarkan zat terlebih dahulu, kemudian sisa pijarnya dilarutkan dengan asam asetat, maka akan membentuk warna biru muda. Warnanya bisa menjadi biru tua apabila ditetesi dengan amonium hidroksida.

Keenam belas, unsur Cd. Dapat membentuk endapan kuning apabila direaksikan degan H2S.

Ketujuh belas, unsur Ca. Direaksikan dengan reaksi nyala memberikan warna merah batah. Tidak cukup hanya dengan reaksi nyala, untuk mengidentifikasinya perlu juga direaksikan dengan asam asetat dan meditren yang nantinya akan berwarna jingga. Selain itu, agar lebih pasti, direaksikan denagn asam oksalat, lihat di bawah mikroskop kana tampak kristal berwarna putih amplop.

Kedelapan belas, unsur Fe. Apabila diberi larutan yang mengandung Fe2+ maka akan menghasilkan endapan berwarna biru. Tetapi apabila direaksikan dengan amonium tiosianat akan menghasilkan senyawa Fe3+ yang berwarna merah tua.

Kesembilan belas, unsur Mn. (1) Dengan reaksi nyala, yaitu dengan zatnya dipijar, tambah asam asetat dan K-oksalat akan menghasilkan endapan roset (batang-batang). Kemudian untuk memastikan lagi, (2) zatnya dipijar, sisa pijar ditambah asam asetat, KOH, dan benzen asetat, maka akan berwarna biru. (3) Apabila zatnya dilarutkan  kemudian ditambah natrium fosfat maka akan menghasilkan endapan merah jambu.

Kedua puluh, unsur Na. Reksi nyala natrium yang memberikan warna kuning sekiranya sudah banyak yang tahu. Tetapi bahwa Na dapat menghasilkan senya berbentuk jarum dengan asam pikrat dan menghasilkan endapan putih dengan K2H2Sb2O7 sekiranya belum banyak yang tahu. Selain itu, apabila Na dilarutkan kemudian ditambah dengan pereaksi Zn Uranium Asetat maka dapat membentuk kristal atau diamond yang terlihat di bawah mikroskop.

Kedua puluh satu, unsur Ni. Penyelidikannya hanya dilakukan dengan satu percobaan (berdasarkan buku panduan saya), jadi prinsipnya terbentuknya warna merah pada kertas saring. Pereaksinya basa dan  dimetilglioksin. Caranya adalah dengan melarutkan zat tersebut, lalu buat dalam suasana basa, tambahkan dimetilglioksin. Letakkan kertas saring di atas botol NH3, maka akan terbentuk warna merah pada kertas saring.

Kedua puluh dua, unsur Sr. Dengan reaksi nyala akan berwarna merah jingga. Sementara ditambah dengan asam sulfat akan mengendap. Setelah itu dengan dilarutkan kemudian ditambah kalium kromat akan menghasilkan endapan kuning.

Untuk saat ini, cukup sekian yang dapat saya berikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Kurang lebihnya mohon maaf. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D