Sunday, October 19, 2014

Farmakokimia #6

Pada pertemuan kali ini, dilanjutkan materi yang sebelumnya yaitu terkait dengan parameter fisika dan kimia yang mana jika sebelumnya yang dibahas adalah parameter elektronik, yang dibahas di pertemuan kali ini adalah parameter lipofilisitas dan sterik.

PARAMETER LIPOFILISITAS/HIDROFOBISITAS

Berikut adalah parameter-parameter yang termasuk ke dalam parameter lipofilisitas:


Parameter yang akan dijelaskan di bawah ini antara lain P, Rm, k' dan Log kw. Sementara parameter sisanya yaitu Log P, lipofilisitas, dan f akan dijelaskan secara tidak langsung dalam pembahasan parameter-parameter yang disebutkan sebelumnya. 

1. Koefisien Partisi (P)
Koefisien partisi merupakan rasio kadar molar zat yang terlarut pada lipid dan air sehingga rumus untuk mendapatkan parameter P adalah sebagai berikut:


Untuk menentukan suatu senyawa yang telah dirancang memiliki koefisien partisinya berapa dapat ditentukan menggunakan rumus di atas setelah melakukan eksperimen--dalam hal ini bisa juga tanpa dilakukan eksperimen ditentukan koefisien partisinya, hanya saja akan dibahas di bagian akhir--Berikut adalah prosedur menentukan koefisien partisi dengan cara eksperimen:
  1. Senyawa yang sudah disintesis ditimbang saksama dan dilarutkan dalam fase yang mempunyai kekuatan melarutkan lebih besar dalam botol partisi (botol kaca, alat bulat, dan bertutup kaca).
  2. Ditambahkan fase kedua dengan volume yang sama, kemudian digojok secara mekanik atau dengan tangan selama 15-20 menit, lalu disentrifugasi dengan 2000 rpm/1 jam. Masing-masing fase kemudian dianalisis.
Pada percobaan di atas, fase lipid yang digunakan biasanya adalah n-Oktanol.

Dengan adanya penggojokkan tersebut, maka senyawa akan terdistribusi pada kedua fase dan kemudian dapat ditentukan berapa koefisien partisinya. Percobaan tersebut diulang sebanyak minimal 4 kali dengan berbagai kadar. Meskipun demikian, metode penggojokkan memiliki kelemahan, antara lain:
  1. Metode ini sangat peka terhadap cemaran, sehingga ada cemaran sedikit akan mengganggu hasil pengukuran. Oleh karena itu senyawa yang diuji harus semurni mungkin. 
  2. Metode ini tidak bisa digunakan untuk menetapkan koefisien partisi dari senyawa yang sukar larut dalam air, mudah menguap, dan mengalami asosiasi atau disosiasi.
  3. Metode ini hanya dapat menetapkan log P dengan hasil antara -2 sampai dengan 4, sehingga terbatas hanya pada rentang tersebut saja.
  4. Reprodusibilitas metode ini rendah.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini, antara lain:
  1. Untuk senyawa yang bersifat asam atau basa, di dalam air, perlu untuk didapar hingga diperoleh 99,9% senyawa dalam bentuk molekul tak terion. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui pKa-nya.
  2. Senyawa harus stabil dalam kondisi yang dipilih, dan tidak terjadi reaksi serta tidak mempengaruhi analisis.
Apabila senyawa yang dianalisis tidak bisa berada dalam bentuk tak terion, maka perlu untuk mengoreksi persamaan perhitungan rumusnya. Rumus mendapatkan koefisien partisinya adalah sebagai berikut:


Pelarut yang bisa digunakan sebagai fase lipid atau fase pelarut nonpolar ada berbagai macam yang bisa digunakan. Namun, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pelarut Oktanol lebih biasa digunakan. Alasannya adalah karena Oktanol memiliki sifat yang mendekati sifat atau karakter dari biomembran yaitu sukar larut dalam air, mempunyai gugus donor dan akseptor ikatan hidrogen, tidak akan terjadi desolvatasi, tekanan uapnya sangat rendah, dan toksisitasnya yang rendah. Selain itu, Oktanol juga bersifat transparan serta cut off UV-nya rendah.

Untuk menghitung kadarnya setelah dilakukan penggojokan, instrumen yang dapat digunakan antara lain Spektro UV, Kromatografi Gas Cair (KGC), dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). 

2. Retardation of migration (Rm)
Parameter ini juga memerlukan eksperimen sehingga membutuhkan senyawa rancangan yang sudah disintesis. Pengukurannya menggunakan KLT dengan fase terbalik, yang mana fase diamnya bersifat nonpolar, sementara fase geraknya bersifat polar. Berikut adalah rumus menghitung Rm:


Dalam hal ini dapat juga diperoleh nilai delta Rm yang mana merupakan parameter yang menilai hubungan senyawa yang dirancang sebelum disubstitusi dan setelah disubstitusi. Nilai delta Rm setara dengan pi atau lipofilisitas, yang artinya jika nilai delta Rm-nya tinggi maka lipofilisitasnya juga tinggi.


Berikut adalah cara menentukan parameter Rm dengan cara eksperimen:
  1. Senyawa dilarutkan dalam metano--atau pelarut lain yang sesuai dan mudah menguap--dan ditotolkan pada lempeng kaca yang sudah disiapkan untuk kromatografi.
  2. Lempeng gel silika perlu untuk dibacam dengan jumlah kecil parafin cair atau minyak silikon (karena metode ini menggunakan fase terbalik, maka fase diam silika yang bersifat polar dibacam dengan parafin cair agar menjadi nonpolar. Dibacam bukan artinya direndam, melainkan dielusi seperti biasa dengan parafin cair tersebut.
  3. Kemudian, eluen dibuat menggunakan campuran air dengan pelarut organik yang dapat bercampur baik dengan air.
  4. Selanjutnya, dielusi secara menaik dalam tangki tertutup hingga jenuh kurang lebih hingga mencapai 15 cm, lalu diangkat dan dikeringkan.
  5. Berikutnya, didekteksi bercaknya dan dihitung nilai Rf-nya.  
Dalam hal ini terdapat keuntungan dan kerugian menggunakan KLT. Keuntungannya antara lain:
  • Cepat dan murah karena alat dan caranya sederhana
  • Metode ini tidak memerlukan senyawa yang harus murni
  • Dapat dilakukan secara simultan (terjadi dalam waktu yang bersamaan) untuk beberapa senyawa
Sementara kerugiannya antara lain:
  • Reprodusibilitasnya kurang baik atau rendah
  • Suatu literatur menyebutkan hanya dapat digunakan untuk uji senyawa yang berupa seri homolog, meskipun demikian terdapat literatur lain yang mengatakan bahwa senyawa analog juga dapat digunakan. Yang dimaksud sebagai seri analog adalah memiliki rumus molekul yang sama, misalnya senyawa alkana (CnH2n+2), sementara senyawa analog yang dimaksud adalah senyawa yang saling berbeda gugus fungsinya, misalnya alkohol dengan metil, dan seterusnya. 
  • Pengujian hanya dapat dialkuan dengan rentang pH antara 2 sampai 8 sehingga kondisi yang bisa dibuat terbatas. 
  • Untuk senyawa yang dapat terion akan sering menghasilkan nilai yang lebih tinggi sehingga menjadi kurang tepat.
3. Faktor Kapasitas Isokratik (k')
Juga merupakan parameter yang diperoleh dengan cara eksperimen, yaitu dengan menggunakan KCKT. Berikut adalah rumusnya:


Dalam metode ini juga digunakan fase terbalik yang mana fase diam yang digunakan adalah Oktadesilsilana (C18) dan fase geraknya adalah metanol/air atau asetonitril/air. Metode ini juga memiliki keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya antara lain jarak penggunaannya sangat luas (bukan berarti tidak ada batasan, hanya saja apabila KLT hanya bisa untuk pH antara2-8, KCKT bisa lebih dari itu tetapi tetap ada batasannya), dan tidak memerlukan proses pemurnian. Sementara kerugiannya antara lain hanya untuk seri homolog (tetapi beberapa analog juga bisa), jarak  pH terbatas (tergantung dengan kemampuan daya tahan kolom), serta pada penetapan k' untuk senyawa basa, diperlukan untuk adanya penambahan dengan senyawa amina pada eluen untuk menekan interaksi sampel dengan gugus silanol pada fase diam sehingga dengan demikian dapat dipastikan bahwa benar-benar faktornya karena partisi untuk menentukan log k.

4.Indeks Lipofilisitas (Log Kw)
Merupakan parameter yang diperoleh dengan melakukan ekstrapolasi linier k' terhadap 100% air dalam fase gerak yang digunakan dalam analisis kKCKT. Contohnya adalah seperti penetapan log Kw, Divanilidenasikloheksanon (DVC) seperti pada contoh di bawah ini:


Bagaimana jika ingin mengetahui parameter lipofilik untuk senyawa yang masih dalam rancangan dan belum disintesis seperti yang telah dibahas sebelumnya? 

Hansch dan Fujita memiliki suatu sistem untuk menjawab persoalan tersebut. Keduanya mengembangkan suatu metode untuk perhitungan sifat lipofilik senyawa dengan menyesuaikan persamaan Hammet untuk lipofilisitas. Berikut adalah rumus perhitungannya:


Dan berikut adalah contoh perhitunganya:





Di bawah ini adalah tabel yang digunakan dalam menentukan nilai pi-nya:





Dari contoh hasil perhitungan di atas, ada yang mendekati nilai hasil pengamatan, tetapi ada juga yang tidak terlalu jauh atau bisa dikatakan cukup jauh dari hasil pengamatan seperti pada Dietilbesterol sehingga memang masih belum memuaskan. Dengan demikian, merangsang peneliti lain untuk merancang metode baru, yaitu sistem Recker.

Sistem Hansch dan Fujita ternyata kurang memuaskan karena adanya beberapa alasan antara lain:
  • Tidak dapat digunakan untuk menghitung log P senyawa yang memiliki bobot molekul rendah.
  • Nilai pi (H) yang dikatakan = 0,00 diragukan.
  • Faktor melipat (folding) karena adanya dipol hanya berlaku pada momen dipol adanya elektronegativitas X.
  • Ada bukti bahwa interaksi difenhidramin dengan model reseptor terikat dalam bentuk tidak melipat sehingga perhitungan log P difenhidramin dainggap kurang mantap.
Kemudian Nys dan Rekker (1973) menyelidiki sejumlah senyawa dan melakukan analisis regresi, dan menemukan bahwa nilai lipofilisitas H pada CH, CH2, CH3, serta substituen atom C jenuh tidak sama dengan 0,00 pada atom H-nya, jadi atom H memiliki nilai juga. Dalam hal ini, mereka mengusulkan parameter pengganti pi yaitu f sebagai bagian dari penusun struktur dari seluruh fragmen. Dengan demikian perhitungannya untuk senyawa tertentu akan menjadi seperti di bawah ini:


Penelitian untuk mendapatkan nilai lipofilisitas fragmen dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan, dengan menyelidiki ribuan senyawa yang mewakili berbagai jenis struktur. Jadi penelitiannya terus berkembang dan diperbaiki. Pada tahun 1979, Rekker mempublikasikan tabel tetapan fragmen dan dipublikasikan kembali oleh Rekker dan manhold (1992) setelah dilakukan penyempurnaan.

Terdapat suatu paramater dalam perhitungannya yaitu Magic Constant (Cm) suatu tetapan aneh yang digunakan untuk memperbaiki ketidaksesuaian antara log P pengamatan dengan log P hitungan berdasarkan penjumlahan fragmen yang mana bernilai 0,289. Dengan ini, persamaan penentuan Log P menjadi:


Berikut adalah ringkasan dari faktor Cm untuk beberapa macam senyawa.


Dan berikut adalah contoh perhitungannya:




Terdapat perhitungan lain dengan sistem Recker ini untuk senyawa-senyawa yang terlalu banyak cabangnya, cara perhitungannya adalah seperti pada contoh perhitungan di bawah ini:



Berikut adalah tabel Recker yang digunakan untuk menentukan nilainya:





Menentukan nilai kn memang tidak mudah dalam perhitungan ini. Meskipun banyak program perhitungan, akurasi masih kurang, jadi memang masih banyak yang perlu didiskusikan terkait dengan hal ini.

PARAMETER STERIK

Berikut adalah beberapa parameter sterik:
  • Es TAFT
  • Jari-jari (rv)
  • Berat molekul (M)
  • Volume molar
  • Refraksi molar (MR)
  • Parakor (P)
1. Es
Dikembangkan oleh TAFT yang mana diperoleh dari percobaan kinetika reaksi hidrolisis terkatalisis asam dari ester-ester asam karboksilat. Berikut adalah reaksinya:


Keterangan pada gambar untuk huruf r dan s yang berwarna merah:
r menunjukkan bahwa reaksi berlangsung dengan cepat. sementara s menunjukkan bahwa reaksi berlangsung dengan lambat.

Berdasarkan reaksi di atas, yang menjadi penentu laju reaksi adalah serangan nukleofilik molekul air pada ester yang terprotonasi (s) dan laju reaksi terutama dipengaruhi oleh faktor sterik yang disebabkan oleh gugus R di sekitar gugus C=O. Dalam hal ini, apabila gugus R besar, maka akan menghalangi, dan akan lebih memperlambat reaksi. 


Lain hal nya, gugus ganti pada kedudukan meta dan para pada ester asam benzoat tidak akan mempengaruhi laju hidrolisis terkatalisis asam. Menurut Hancock, reaksi ini dipengaruhi oleh efek hiperkonjugatif sehingga tidak mengikuti persamaan TAFT. Dengan demikian nilai Es perlu untuk dikoreksi dengan rumus sebagai berikut:


Koreksi ini didukung oleh perhitungan mekanika kuantum. Sementara untuk nilai Es untuk banyak gugus ganti tidak dapat diukur. Dengan demikian, mengetahui adanya nilai Es pada beberapa gugus terebu, akan bisa digunakan untuk memprediksi kecepatan hidrolisis dari suatu ester yang dibandingkan dengan ester asam asetat. 

2. Jari-jari 
Berikut adalah perhitungan untuk jari-jari efektif:


Berikut adalah tabel parameter jari-jari:


3. Berat molekul, volume molar, refraksi molar (MR), dan parakor (P)
Berat molekul menunjukkan bulk relatif gugus ganti. Sementara volume molar, refraksi molar, dan parakor juga memiliki level yang sama dengan berat molekul, yaitu bersifat aditif sesuai dengan penyusun strukturnya.

Volume satu molar adalah volume satu mol yang mana dapat dilihat pada literatur dalam tabel.


Refraksi molar dapat diperoleh dengan rumus berikut:


Sementara parakor dapat diperoleh dari rumus di bawah ini:


Berikut adalah nilai refraksi molar dan parakor:



4. Sudur dan jarak ikatan
Parameter ini dikembangkan oleh Verloop dkk pada tahun 1976. Parameter ini trdiri dari L, B1 sampai dengan B4, B5 yang mana dapat diperoleh dengan menggunakan program komputer STERIMOL yang mana mampu memperlihatkan output yang berbeda berkenaan dengan bentuk molekul dan gugus ganti. 

Berikut adalah contoh penerapan pada studi hubungan struktur aktivitas yaitu berupa aksi penghambatan enzim kolinesterase lalat rumah oleh turunan fenil-N-metilkarbamat. 


Pada hasil perhitungan pertama, dilibatkan parameter elektronik dan lipofilisitas  saja yang mana didapatkan nilai r = 0,0855. 

Sementara pada hasil perhitungan kedua, dilibatkan juga parameter steriknya dan diperoleh nilai r yang lebih baik yaitu 0,944.

Hingga terakhir, pada perhitungan, parameter sterik diganti dengan B1 hasilnya menjadi lebih baik yaitu nilai r = 0,963.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D

Friday, October 10, 2014

Catatan Farmakokimia #5

Pada pertemuan kelima kali ini, dipelajari mengenai "Parameter Fisika-Kimia: Pengukuran dan Perhitungan". Kita sudah mengetahui dengan baik , bahwa sifat fisika kimia dari suatu senyawa akan mempengaruhi kinerjanya dalam tubuh, artinya ketika kita merancang suatu senyawa obat baru, perlu untuk memperhitungkan sifat fisika-kimianya, jika sebelumnya di mata kuliah kimia medisinal sudah diketahui mengenai hubungan sifat-fisika kimia terhadap hubungan struktur aktivitasnya, maka di mata kuliah ini diajarkan mengenai bagaimana caranya mendapatkan sifat fisika kimia yang dikehendaki.

Dalam hal ini, yang penting untuk diketahui kembali adalah bahwa sifat fisika kimia akan mempengaruhi bagaimana senyawa tersebut ditransportasikan, melakukan fiksasi pada lokasi aksi, berinteraksi dengan reseptor, hingga memberikan stimulus. Agar suatu senyawa obat dapat ditransportasikan dalam sirkulasi darah, maka senyawa tersebut harus dapat diabsorpsi. Senyawa tersebut harus dapat melalui membran bilayer yang mana cenderung bersifat lipofilik. Secara umum, senyawa obat diabsorspi dengan cara difusi pasif sehingga faktor kelarutan dan lipofilisitas menjadi penting. Senyawa harus dapat larut pada cairan biologis. Di sisi lain, senyawa tersebut harus memiliki koefisien partisi yang baik agar dapat pula melewati membran biologis, sebagaimana diketahui cairan biologis dalam tubuh bersifat hidrofilik sementara membran biologis telah disebutkan cenderung bersifat lipofilik sehingga senyawa tersebut harus memiliki koefisien partisi yang baik. 

Selain itu, adanya kemungkinan suatu senyawa mengalami ionisasi, dapat pula berpengaruh dalam kemampuan absorpsinya. Senyawa dalam bentuk ion, tidak dapat mengalami difusi pasif, hanya senyawa dalam bentuk molekul saja yang dapat melewati membran biologis secara difusi pasif, karena senyawa dalam bentuk molekul bersifat lipofilik, sementara senyawa yang dalam bentuk ion memiliki lipofilisitas yang rendah sehingga tidak sesuai dengan membran biologis. 

Apabila sudah terabsorpsi, senyawa tersebut akan dapat didistribusi. Hal yang mempengaruhi distribusi salah satunya adalah dari faktor struktur. Gugusan-gusuan yang bersesuaian akan dapat didistribusi. Apabila sudah mencapai target reseptor. maka obat akan terfiksasi pada loka aksi dan berinteraksi dengan reseptor hingga menghasilkan stimulus berupa efek yang diharapkan. 

Dengan demikian, berdasarkan hal-hal yang telah dijabarkan di atas, transport dan fiksasi pada loka aksi ditentukan oleh lipofilisitas, selain itu juga ditentukan oleh faktor elektronik dan sterik yang belum dijelaskan. Sementara, interaksi obat dengan reseptornya dipengaruhi oleh jenis ikatan dan faktor sterik. 

Pada analisis HKSA (model Hansch), digunakan 3 parameter fisika kimia utama, seperti yang telah dijelaskan yaitu lipofilisitas/hidrofobisitas, elektronik, dan sterik. Selain itu, terdapat parameter lain yang kadang-kadang digunakan yaitu refraktivitas molar (MR), kelarutan, parakor, dan bobot molekul.

Dari ketiga paramater fisika kimia tersebut, yang dijelaskan pada pertemuan kelima ini adalah hanya parameter elektroniknya saja. Faktor lipofilisitas dan sterik baru akan dijelaskan di pertemuan berikutnya. 

Berikut adalah beberapa parameter elektronik yang perlu untuk diketahui, antara lain: 


Parameter yang dipelajari pertama adalah mengenai pKa dan hubungannya dengan tetapan Hammet. pKa merupakan parameter yang menentukan tingkat keasaman dan kebasaan dari suatu senyawa yang mana dapat ditentukan dengan dua cara yaitu dengan cara titrasi maupun dengan cara titrasi. Perlu diketahui bahwa pKa hanya dapat dilakukan jika senyawa yang dirancang sudah disintesis. 

Titrasi dilakukan jika keasamaan atau kebasaannya cukup baik sehingga titrasi bis menghasilkan data yang valid. Dalam hal ini, tidak hanya dapat dilakukan titrasi menggunakan medium air saja tetapi juga bisa digunakan medium pelarut organik hanya saja perlu dilakukan koreksi dalam perhitungannya karena medium yang sebenarnya adalah air. 

Apabila secara titrasi tidak mungkin dilakukan, maka dapat diukur pKa-nya menggunakan spektrofotometri. Meskipun demikian, terdapat persyaratan suatu senyawa yang dapat ditetapkan menggunakan metode ini, antara lain:
  1. Senyawa tersebut harus memiliki gugus kromofor sehingga dapat memberikan serapan UV.
  2. Senyawa tersebut harus mengalami pergeseran lamda maksimum dalam pengaruh asam dan basa. 

Berdasarkan gambar di atas, senyawa yang dapat mengalami pergeseran lamda maksimum dalam pengaruh asam atau basa adalah senyawa yang dapat mengalami perubahan pada ikatan rangkap konjugasinya. 

Dengan cara titrasi, pKa ditentukan menggunakan rumus berikut:



Apabila dengan cara menggunakan titrasi sulit untuk melihat perubahan warna pada titik akhir titrasi, maka dapat dilakukan dengan menggunakan potensiometri. 

Dengan cara spektrofotometri, pKa ditentukan dengan menggunakan rumus berikut:



Masih terkait dengan parameter pKa, apabila disintesis suatu senyawa tertentu kemudian dilakukan modifikasi pada gugusannya, maka terdapat pengaruh gugus yang diganti atau disubstitusi dengan pKa-nya yang dalam hal ini parameter tetapan Hammet yang berperan. Berikut adalah contoh pengaruh adanya gugus ganti terhadap pKa yang di bawah ini adalah akibat adanya perubahan jarak.


Berdasarkan gambar di atas, di samping adanya gugus ganti, jarak gugusan juga berperan, yang mana adanya penambahan gugus sehingga memperpanjang jaraknya akan menyebabkan penurunan pKa. Meskipun demikian, ada faktor lain seperti muatan yang menyebabkan hubungan tersebut tidak berlaku, tetapi pada intinya, adanya perubahan jarak akan menyebabkan perubahan pKa juga. Sementara di bawah ini adalah pengaruh keelektronegatifan gugus ganti terhadap pKa:


Berdasarkan gambar di atas, adanya penurunan keelektronegatifan juga berpengaruh, yaitu semakin menurun keelektronegatifannya maka pKa akan semakin naik. Atau dengan kata lain, apabila keelektronegatifannya semakin besar maka pKa akan semakin naik karena ada hubungannya dengan peningkatan sifat penarik elektronnya juga yang mana akan meningkatkan sifat keasaman.

Pada senyawa aromatik, pKa juga dipengaruhi oleh gugus yang mensubstitusinya, contohnya adalah sebagai berikut:


Pada senyawa aromatik, dapat diprediksi berapa pKa dari suatu senyawa setelah mengalami substitusi apabila pKa senyawa sebelum disubstitusi diketahui serta tetapan Hammet dari gugus ganti diketahui. Apabila menggunakan pelarut pada suhu tertentu, maka perlu untuk melakukan koreksi menggunakan tetapan reaksi (rho). 

Rumusnya adalah sebagai berikut:


Berikut adalah contoh perhitungannya:


Parameter berikutnya pada faktor elektronik yang dibahas adalah tetapan medan induktif (F) dan Resonansi (R) yang mana juga akan berkaitan dengan log k, F, dan I.

Efek induktif adalah efek elektrostatik gugus ganti yang dalam hal ini ada dua macam yaitu efek induktif negatif dan efek induktif positif. Efek induktif negatif apabila memiliki sifat penarik elektron yang lebih besar dari atom H, sementara efek induktif positif apabila memiliki sifat penarik elektron lebih kecil dari atom H. 

Terkait dengan resonansi, efek resonansi adalah efek gugus ganti terhadap delokalisasi atau lokalisasi elektron pada suatu sistem. Delokalisasi akan menstabilkan sistem, sementara lokalisasi tidak dapat menstabilkan sistem. Resonansi juga ada dua macam, yaitu resonansi positif (R+) dan resonansi negatif (R-). Resonansi positif terjadi apabila gugus ganti memiliki satu atau lebih pasangan elektron bebas. Sementara pada resonansi negatif, terjadi apabila gugus ganti menarik elektron dari sistem aromatik. Berikut adalah contohnya.

Resonansi Positif

Resonansi Negatif

Efek induktif dan resonansi saling berkaitan pada parameter elektronik (sigma). Berikut adalah persamaannya:


Berikut adalah contoh gugus ganti dengan karakteristik parameter I dan F-nya. 


Sementara di bawah ini adalah contoh gugus ganti dengan karakteristik R dan I-nya. 


Senyawa alifatik memiliki hubungan yang berbeda dengan aromatik pada tetapan elektroniknya. Senyawa alifatik tidak dipengaruhi oleh adanya resonansi pada ikatan rangkap terkonjugasi, tetapi hanya dipengaruhi oleh kombinasi efek induktif dan sterik saja, meskipun demikian, resonansi dapat tetap ada, tetapi terbatas bukan sama seperti pada senyawa aromatik. Berikut adalah persamaannya:


TATF mengembangkan prosedur untuk memisahkan efek-efek tersbut dengan membandingkan laju hidrolisis ester pada asam dan basa. Menurutnya tidak ada perbedaan efek resonansi dan sterik pada dua keadaan itu sehingga log kA/kB hanya merupakan fungsi dari efek induktif gugus ganti.

Reaksi yang memiliki pengaruh terkait dengan persamaan di atas adalah reaksi hidrolisis pada ester karboksilat pada asam dan basa, berikut adalah skemanya:



Parameter tetapan TAFT merupakan hasil percobaan ester asam karboksilat dengan asam dan basa, sehingga dapat dilakukan prediksi apakah suatu senyawa ester dapat mudah terhidrolisis atau tidak. Tetapan ini tidak dapat digunakan untuk memperhitungkan pKa, hanya bisa menyebutkan bahwa tetapan Hammet dan Taft memiliki hubungan yagn linier. Kalau tetapan Hammet-nya besar maka tetapan TAFT-nya juga besar, sehingga kurang lebih akan memberikan pengaruh yang sama. 

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung :D