Tuesday, July 30, 2013

Catatan Fitokimia #2

Di kelas Fitokimia, saya mendapatkan materi mengenai cara-cara ekstraksi, isolasi, identifikasi, dan  penetapan kadar suatu senyawa yang terdapat dalam tanaman. Pada tulisan kali ini, saya akan membahas terkait hal tersebut untuk senyawa Flavonoid dan beberapa hal untuk Biflavonoid.

Senyawa Flavonoid berbeda dengan Biflavonoid. Keduanya merupakan salah satu aglikon pada metabolit sekunder glikosida, bedanya pada strukturnya, Biflavonoid merupakan senyawa dengan struktur dua kalinya Flavonoid. 


Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga sifatnya agak asam, oleh karena itu dapat larut dalam basa. Adanya gugus-gugus hidroksil (pada gulanya) sehingga bersifat polar, oleh karena itu juga umumnya larut pada pelarut polar seperti Etanol, Metanol, Butanol, DMSO, dan air. Flavonoid juga ada macamnya, untuk Flavonoid yang kurang polar (seperti isoflavon, flavanon, dan flavon) lebih cenderung mudah larut dalam pelarut eter atau kloroform.

Sebelum masuk ke proses ekstraksi, tanaman yang akan diambil senyawa flavonoidnya perlu melewati tahapan pemilihan tumbuhan segar, dikeringkan dalam tanur suhu 100 derajat celcius, digiling, lalu dibentuk serbuk halus, baru kemudian dapat diekstraksi menggunakan pelarutnya yang sesuai atau yang sudah ditentukan.

Mengekstraksi senyawa Flavonoid ini tidak sederhana. Pertama, perlu untuk dimaserasi dua kali mengguankan kombinasi pelarut Metanol dan air (9:1) dan kombinasi pelarut Metanol dan air (1:1) selama 6 jam, baru kemudian disaring. Kedua, ambil filtratnya, lalu diuapkan sampai 1/3 volume awal atau sampai hampir semua Metanol menguap. Ketiga, larutan tersebut kemudian diekstraksi menggunakan air lalu dikocok dengan heksan atau kloroform. Ambil lapisan airnya karena telah mengandung sebagian besar senyawa Flavonoid. Setelah itu, bisa diuapkan menggunakan penguap putar untuk mendapatkan ekstraknya.

Pada hal yang pertama, perlu dimaserasi dengan kombinasi pelarut Metanol dan air, suatu kombinasi pelarut polar, karena senyawa yang akan diekstraksi sendiri merupakan senyawa polar. Ingat teori "Like dissolve like", senyawa polar melarutkan senyawa polar, sementara senyawa nonpolar melarutkan senyawa nonpolar. Lalu pada proses ekstraksi yang sudah dijelaskan sebelumnya juga ada tahapan ketika diekstraksi menggunakan air kemudian dikocok dengan heksan atau kloroform, suatu pelarut nonpolar, ini merupakan cara untuk mendapatkan hasil ekstraksi yang lebih murni, karena dengan demikian, senyawa-senyawa nonpolar yang masih ada pada larutan tersebut, dapat tertarik oleh pelarut ini dalam lapisan pelarut nonpolarnya karena yang akan diambil adalah lapisan airnya yang mengandung lebih banyak senyawa lavoFnoid (lapisan air ini sudah bebas dari senyawa nonpolar karena senyawa tersebut sudah terikat di lapisan pelarut nonpolarnya).

Untuk ekstraksi senyawa Biflavonoid, bedanya, pada senyawa ini digunakan berbagai macam pelarut yaitu pelarut polar, semipolar, dan nonpolar.

Isolasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan senyawa yang dimaksud dengan benar-benar murni. Perlu diketahui bagaimana caranya senyawa yang sedang diisolasi merupakan senyawa yang dimaksud tersebut. Struktur dari senyawa dan spektrum H NMR dari suatu senyawa merupakan pembeda satu senyawa dengan senyawa lainnya, sehingga apabila menginginkan untuk mengisolasi suatu senyawa termasuk mengisolasi senyawa Flavonoid atau Biflavonoid bisa menggunakan spektroskopi IR dan H NMR.

Sebelum melakukan tahapan isolasi menggunakan alat mahal (spektroskopi IR ataupun H NMR), ada baiknya melakukan identifikasi sederhana terlebih dahulu. Untuk flavonoid, identifikasi yang bisa dilakukan antara lain melalui tes Shinoda, tes FeCl3, dan uji dengan penambahan NaOH.

Uji dengan tes Shinoda yaitu dengan membuat larutan zat dalam etanol kemudian ditambah dengan 3 mg logam Mg dan beberapa tetes HCl pekat. Kemudian akan menghasilkan hasil positif apabila berwarna orange. Warna orange ini dihasilkan karena adanya ikatan dari Mg yang berlebih dengan senyawa Flavonoid membentuk suatu kompleks yang berwarna.

Uji dengan tes FeCl3 dilakukan dengan membuat larutan zat dalam etanol kemudian ditambah dengan beberapa tetes FeCl3 10%, kemudian akan memberikan hasil positif apabila berwarna biru hijau.

Uji dengan penambahan NaOH dilakukan dengan membuat larutan zat dalam air kemudian dipanaskan, disaring, lalu ditambah dengan NaOH encer 10%, nanti akan memberikan warna kuning, ditambah dengan HCl encer, jika memberikan hasil positif maka warna kuningnya akan berubah menjadi tidak berwarna.

Suatu saat, kita akan membutuhkan informasi kadar senyawa ini pada tanaman tertentu atau pada suatu zat tertentu. Penetapan kadar bisa dilakukan dengan menggunakan spektrofotometri, KLT, atau KLT Densitometer. 

Dengan menggunakan spektrofotometri, perlu disiapkan pereaksi, larutan induk, larutan blanko, dan larutan sampel sebelum dilakukan penetapannya menggunakan spektrofotometri.

Pereaksi yang perlu dipersiapkan antara lain larutan Heksametilentetrami (HMT) 0,5%, larutan HCl 25%, larutan asam asetat glasial 5% dalam metanol, dan larutan AlCl3 2% dalam larutan asam asetat glasial.

Larutan induk dibuat dengan cara, menyediakan ekstrak yang setara dengan 200 mg simplisia, kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat, ditambah dengan 1 ml larutan HMT, 20 ml aseton, dan 2 ml larutan HCl. Kemudian dihidrolisis dengan cara direfluks selama 30 menit.

Larutan blanko dibuat dengan menyediakan 10 ml larutan induk, ditambah dengan larutan asam asetat glasial lalu ditambah dengan 25 ml, kemudian masukkan ke dalam labu ukur.

Larutan sampel dibuat dengan menyediakan 10 ml larutan induk, ditambah dengan 1 ml larutan AlCl3, ditambah dengan larutan asam asetat glasial sampai 25 ml, lalu semua dimasukkan ke dalam labu takar.

Penetapan kadar dengan menggunakan KLT-Desitometer, 500 mg ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian larutkan ke dalam 25 ml etanol 30%, lalu disaring ke dalam labu ukur, kertas saring yang digunakan menyaring dibilas menggunakan etanol 30% tambahkan ke dalam labu ukur sampai volumenya 50 ml. Larutan 1 mikroliter dan larutan 7 Glukosilluteolin baku dalam etanol 30% serta 4 konsentrasi yang berbeda dari larutan yang sebelumnya ditotolkan pada lempeng silika gel GF254. Kemudian elusikan dengan panjang gelombang 420 nm. Kadar dihitung dengan membandingkannya dengan baku.

Penetapan kadar secara KLT dapat dilakukan dengan menyiapkan eluen berupa metanol/etanol (ditetapkan secara kolorimetri dengan penambahan AlCl3), kemudian siapkan adsorben berupa serbuk poliamida. Lalu dibuat larutan pengembangnya menggunakan campuran metanol-air (4:1).

Demikian yang dapat saya share, semoga ada manfaatnya. Kesalahan mungkin atau pasti ada pada tulisan ini. Jangan jadikan referensi, jadikan hanya sebagai tambahan untuk lebih memahami. Jika ada pertanyaan, yang terbaik adalah bertanya langsung ke dosen, atau cari dari referensi lain yang lebih terpercaya. Terima kasih atas kunjungannya :D

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)