Friday, October 18, 2013

Catatan Tekkos #1


Pada tulisan ini, saya akan berbagi catatan Tekkos atau biasa di kampus dikenal dengan mata kuliah Teknologi Kosmetik. Tekkos merupakan mata kuliah pilihan jadi tidak wajib untuk diambil. Pelajarannya menyenangkan, jadi bisa dibilang saya merekomendasikan mata kuliah ini untuk diambil karena yang dibahas berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Pada catatan ini, yang akan dibahas adalah terkait dengan peraturan pemerintah terkait kosmetik yang diperbolehkan penggunaannya hanya sampai pada batas tertentu, selain itu akan dibahas pula terkait senyawa-senyawa kimia yang dulu pernah terkandung dalam beberapa kosmetik namun saat ini sudah dilarang terkait efek negatif yang ditimbulkannya, serta akan dibahas terkait tes keamanaan kosmetik. 

Kepala BPOM RI pada peraturan Nomor HK.03.1.23.08.11.07517 Tahun 2011, menjelaskan tentang persyaratan teknis bahan kosmetika bahwa dapat digunakan bahan-bahan tertentu asal sesuai dengan persyaratan penggunaan. Terkait dengan daftar bahan yang diperbolehkan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan perwarna, daftar bahan pengawet, daftar bahan tabir surya yang diperbolehkan dalam kosmetika, serta bahan yang dilarang dalam kosmetika juga telah tercantum dalam peraturan tersebut yang dapat dilihat di sini. Intinya, selama belum melewati batas penggunaan dan sesuai dengan persyaratan penggunaan maka bahan-bahan yang tercantum untuk kosmetika tersebut diperbolehkan.

Pada peraturan telah tercantum 110 bahan kosmetika, 156 bahan pewarna, 55 bahan pengawet, dan 28 bahan tabir surya yang diperbolehkan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan, sementara terdapat 1370 bahan yang dilarang dalam kosmetika yang perlu menjadi perhatian.

Senyawa-senyawa atau zat yang berbaya dalam kosmetik yang pernah dikandung namun saat ini telah dilarang antara lain merkuri, hidrokinon, rhodamin B, asam retinoat/tretinoin, petroleum distillates, propilen glikol, isopropil alkohol, surfaktan kationik, coal tar, dan formaldehida

Merkuri merupakan zat yang dulu biasa digunakan pada produk kosmetik pemutih. Merkuri dilarang karena bersifat beracun dan karsinogenik. Efek negatif yang dapat muncul akibat keberadaannya antara lain bintik hitam pada kulit, perubahan warna kulit, alergi, iritasi kulit, kerusakan permanen pada sistem saraf, gangguan perkembangan janin, dan sebagainya.

Hidrokinon biasa terkandung sebagai antioksidan dalam pewarna rambut dan cat kuku. Namun karena hidrokinon memiliki sifat yang lainnya yaitu mampu menghambat melanogenesis atau pembentukkan melanin maka bisa menimbulkan efek negatif pada kulit jika kulit terkena pada saat penggunaannya atau jika memang hidrokinon beberapa ada yang menggunakannya untuk produk pemutih kulit. Saking dapat menghambat pembentukkan melaninnya, hidrokinon dapat menghilangkan pigmen kulit sehingga muncul area putih seperti panu. Selain itu ternyata hidrokinon dapat mengelupaskan kulit bagian luar sehingga muncul iritasi dan kulit terbakar. Penggunaan hidrokinon tidak sepenuhnya dilarang untuk penggunakan sebagai antioksidan pada perwarna rambut dan cat kuku asal masih sesuai ketentuan persyaratan penggunaan. Untuk penggunaan pada pewarna rambut, kadar maksimum hidrokinonnya sebesar 0,3%, sementara untuk cat kuku, kadar maksimumnya sebesar 0,02%.

Rhodamin B biasa digunakan sebagai zat perwarna pada industri kertas dan tekstil. Namun menjadi bahaya ketika digunakan sebagai bahan kosmetika, karena jika mengenai kulit dapat menyebabkan iritasi, jika mengenai mata juga dapat menyebabkan iritasi, serta jika tertelan dapat menyebabkan iritasi dan bahaya kanker hati.

Asam retinoat/tretinoin biasa digunakan untuk pengobatan jerawat dan pemutih kulit. Sebagai pemutih kulit asam retinoat ini bekerja dengan cara menghambat pigmen melanin dan bekerja dengan cara mengelupas kulit sehingga memberikan sensasi terbakar. Efek negatifnya, jika digunakan secara topikal maka dapat menyebabkan iritasi terutama untuk kulit sensitif, dan jika tertelan maka dapat bersifat teratogenik sehingga berbahaya untuk ibu hamil karena dapat menyebabkan kecacatan pada bayi yang dikandungnya.

Petroleum distillates atau parafin cair merupakan zat yang biasa terdapat pada produk kosmetik seperti maskara dan bubuk bau kaki. Efek negatifnya adalah parafin cair ini bersifat karsinogenik.

Isopropil alkohol biasa digunakan sebagai pelarut, namun ternyata memiliki efek negatif yaitu dapat mengiritasi kulit dan dapat menyebabkan penuaan dini.

Surfaktan kationik, biasa digunakan dalam conditioner rambut. Namun jika sering digunakan, surfaktan kationik ini dapat merusak rambut dan membuat rambut kering dan rapuh akibat muatan positifnya.

Coal tar atau tar batubara merupakan zat yang biasa digunakan sebagai antiketombe dan krim antigatal. Namun ketika dapat berpenetrasi ke kulit dan masuk ke sirkulasi darah, maka dapat bersifat karsinogenik.

Formaldehida biasa digunakan pada sabun mandi bayi, poles kuku, perekat, dan pewarna pada bulu mata. Namun penggunaannya yang terus menerus ternyata dapat mengakibatkan permasalahan serius terhadap kesehatan seperti keracunan sistem kekebalan tubuh, iritasi pernafasan, dan kanker.

Berbagai reaksi negatif yang sering timbul karena penggunaan kosmetik antara lain iritasi, alergi, fotosensitisasi, jerawat (acne), intoksikasi, dan penyumbatan fisik. Iritasi adalah reaksi langsung yang timbul pada pemakaian pertama kosmetik karena salah satu atau lebih bahan yang dikandungnya bersifat iritan. Alergi merupakan reaksi negatif pada kulit yang muncul setelah kosmetik dipakai beberapa kali, kadang-kadang bertahun-tahun, karena kosmetik itu mengandung bahan yang bersifat alergenik bagi seseorang meskipun tidak bagi orang lain. Fotosensitisasi merupakan reaksi negatif yang muncul akibat kosmetik tersebut mengandung bahan yang bersifat fotosensitisizer dan terkena matahari. Jerawat (acne) merupakan reaksi negatif yang biasa disebabkan oleh beberapa kosmetik pelembab kulit (moisturizer) yang sangat berminyak dan lengket pada kulit. Intoksikasi merupakan reaksi negatif berupa keracunan yang terjadi baik secara lokal atau sistemik melalui penyerapan via kulit, terutama jika kosmetik tersebut bersifat toksik. Sementara penyumbatan fisik merupakan reaksi negatif yang disebabkan karena penyumbatan oleh bahan-bahan berminyak dan lengket yang ada di kosmetik tertentu seperti pelembab (moisturizer) dan alas bedak (foundation).

Berikut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi besarnya reaksi negatif kosmetik pada kulit.
  1. Lama kontak kosmetik dengan kulit. Semakin lama waktu kontak kosmetik dengan kulit maka akan memberi reaksi negatif lebih besar.
  2. Lokasi pemakaian. Pada penggunaan di bagian kulit yang sensitif seperti daerah mata yang mana lebih tipis dibanding dengan kulit bagian lain maka tentunya akan lebih mudah menimbulkan reaksi negatif.
  3. pH kosmetik. Semakin jauh pH kosmetik terhadap kulit, maka akan semakin besar efek negatif kosmetik terhadap kulit. Oleh karena itu akan semakin baik bila pH kosmetik disamakan dengan pH kulit yang berada di antara 4,5-6,5
  4. Kosmetik yang mengandung gas. Adanya gas dapat menyebabkan kosentrasi yang lebih tinggi bila gas menguap sehingga dapat memberikan efek negatif yang lebih besar.
Terkait tes keamanan kosmetik, pengujian dimulai dari in vitro, in vivo, lalu pengujian secara klinis dengan manusia. Yang termasuk pengujian keamanan kosmetik secara in vitro antara lain  tes pembentukkan kolagen, tes kenaikan pH, dan tes Zein. Yang termasuk pengujian secara in vivo pada hewan antara lain draize test, Freund's Complete Adjuvant Test (FCAT), Guinea Pig Maximization Test (GMPT), buhler test, dan Open Epicutaneous Test (OET). Sementara yang termasuk pengujian pada manusia antara lain uji eliminasi, patch test, dan open test. Selain itu terdapat pengujian yang lainnya yang salah satunya adalah tes potensi iritasi pada mata. Berikut ini akan lebih dijelaskan terkait FCAT, patch test, dan pengujian potensi iritasi pada mata.

FCAT digunakan untuk menentukan kapasitas sensitisasi bahan. Pengujian ini membutuhkan FCA dalam berbagai konsentrasi yang dilarutkan dalam larutan yang sesuai, 2 kelompok marmut (guinea pig) yang setiap kelompoknya berjumlah 8-10 ekor dengan salah satu kelompoknya berperan sebagai kelompok kontrol. Prosedur pengerjaannya adalah dengan menyuntikkan bahan yang akan dites dalam FCA secara intradermal ke sisi kanan bagian dalam binatang. Sementara kelompok kontrol hanya disuntik dengan FCA saja. Sebanyak 4 binatang pada kelompok uji disuntikkan dengan konsentrasi yang berbeda misalnya 100%, 30%, 10%, dan 3% ke sisi kiri binatang. Tempat aplikasi dibiarkan terbuka. Reaksi pada kulit dinilai setelah 24 jam kemudian. Iritasi yang terkecil adalah warna mrah yang paling sedikit pada 25% dari binatang dalam kelompok uji. Nilai noniritan maksimal diberikan pada konsentrasi tertinggi yang tidak menimbulkan reaksi apapun. Sementara pengujian bahan dinyatakan bersifat alergenik apabila 1 dari 8 binatang kelompok uji menunjukkkan reaksi positif terhadap konsentrasi noniritan yang dipakai untuk percobaan.

Lalu terkait pengujian dengan patch test untuk manusia, digunakan untuk memeriksa kepekaan kulit terhadap suatu bahan untuk mendiagnosis penyakit kulit (allergenic contact dermatitis). Pengujian ini terdiri dari 3 macam, yaitu terbuka,  tertutup, dan dengan sinar.

Pengujian dengan terbuka biasa digunakan untuk bahan-bahan yang mudah menguap. Cara pengujiannya adalah dengan menempelkan bahan pada kulit tanpa penutup, biasanya dilakukan di belakang telinga agar tidak mudah terusap.

Pengujian dengan tertutup dilakukan dengan cara menempelkan bahan kosmetika di atas punggung kemudian ditutup dengan suatu penutup. Setelah 48 jam tanpa dibilas segera dibaca oleh dokter untuk menentukan hasil uji. Kosmetika yang memberikan reaksi kulit diduga menjadi penyebab terjadinya efek samping.

Pengujian dengan sinar, caranya adalah dengan menempelkan bahan kosmetik ke kulit, kemudian ditutup, lalu dibuka setelah 24 jam dan disinari dengan sinar matahari atau ultraviolet selama 15 menit, lalu ditutup lagi dan dibaca oleh dokter 24 jam kemudian, ini untuk melihat adanya fotosensitisasi.

Kemudian mengenai tes potensi iritasi, dalam hal ini bukan terkait prosedur pengerjaannya tapi terkait produk-produk apa saja yang harus dilakukan pengujian ini, yaitu antara lain produk kosmetik mata seperti maskara, eye shadow, eye liner, eye makeup remover, dan sebagainya, lalu kosmetik wajah seperti foundation, blusher, face powder, lipstik, dll, kemudian kosmetik lainnya nail cosmetics, hair cair product, body lotion, dan lain-lain. Tanda terjadinya iritasi mata antara lain merah (erythema), bengkak, sakit, dan panas.

Demikian yang dapat saya sampaikan, mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat. Terima kasih banyak sudah berkunjung :)

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)