Monday, November 23, 2015

Catatan Farmasi Industri #6

[Sumber Gambar: en-sycor-group.com]

Yeaaay, kembali setelah UTS mata kuliah Farmasi Industri diajar oleh Pak Marno, setelah sempat sedih karena beliau mengatakan bahwa kelas selanjutnya akan dilanjutkan oleh Pak Lutfi--bukannya tidak suka diajar oleh Pak Lutfi, keduanya sama-sama dosen favorit--tapi ya sedih saja kalau tidak lagi diajar oleh Pak Marno. Beliau satu-satunya dosen yang 'beda' cara mengajarnya. Beliau ramah, berwibawa, luar biasa on time, dan rapi. Mungkin karena lingkungan sosialnya juga berbeda dengan dosen tetap, jadi cara beliau mengajar pun juga berbeda. FYI, Pak Marno adalah seorang praktisi, artinya di aktivitas sehari-hari, pekerjaannya di industri farmasi, menjadi dosen hanya untuk sekali-kali saja. Berhubung di program profesi, memang butuh diajar langsung oleh praktisi, yang lebih berpengalaman dalam praktiknya dibanding teori. 

Materi yang diajar pertama kali setelah UTS adalah BAB VII dalam CPOB, yaitu "Pengawasan Mutu". Bagian pengawasan mutu (Quality Control, QC) sangat penting di industri farmasi. Penting karena bagian ini yang melakukan pengujian bahan baku, apakah sesuai atau tidak dengan persyaratan. Karena kalau salah pengujian atau memang bahan bakunya tidak memenuhi dapat berbahaya. Ketika bagian pengawasan mutu menemukan adanya ketidaksesuaian dengan persyaratan, bagian pengawasan mutu harus benar-benar memastikan kesalahan bukan dari kesalahan pengujian. Harus dipastikan apakah alat-alat serta metode yang digunakan telah tervalidasi dengan benar. Dalam hal ini terdapat serangkaian fase investigasi untuk menemukan akar permasalahannya. Jadi, tidak bisa begitu saja memutuskan suatu produk jadi lulus atau tidak. 

Ketika pada saat pengujian, data yang diperoleh tidak bagus. Metode analisis yang digunakan tidak boleh dimodifikasi sesukanya untuk tujuan memperoleh data yang lebih bagus. Karena pengujian harus menggunakan metode analisis yang telah teregistrasi di BPOM, apabila ingin memodifikasi metode, maka harus melakukan registrasi ulang, harus mendapat persetujuan dulu dari BPOM, baru bisa menggunakan metode yang telah dimodifikasi. 

Sistem manajemen mutu, yang telah dibahas pada catatan sebelum-sebelumnya, merupakan suatu kesatuan sistem yang meliputi salah satunya bagian pengawasan mutu. Sistem manajemen mutu tidak serta merta ada pada farmasi industri, sistem manajemen mutu ini, mengalami serangkaian riwayat atau sejarah, hingga terbentuklah suatu sistem manajemen mutu. 

Pada tahun 1920an, terdapat aturan bahwa suatu produk yang beredar di masyarakat harus memenuhi syarat agar bisa dipasarkan. Jadi setelah masa perang dunia II ini, muncul suatu sistem yang disebut "Modern Quality Control". Sementara, setelah Jepang mengalami kekalahan pada perang dunia, produk-produk yang dibuat oleh Jepang menglami penolakan. Oleh karena itulah, mulai tahun 1960an,  Jepang mulai memperhatikan pengawasan mutu (QC) dengan memperkenalkan sistemnya yang disebut TQC (Total Quality Control). Dengan adanya sistem tersebut, mulai adanya pertanyaan mengenai, "Apa itu definisi dari kualitas/mutu?". Mutu adalah suatu pertemuan antara "need" dari konsumen dengan "spesifikasi". Ada juga yang mendefinisikan bahwa mutu adalah "fit to use". 

Dengan sistem tersebut, Jepang melaju tinggi pendapatannya di dunia. Kemudian orang-orang Barat terkejut dan melirik apa yang terjadi pada industri di jepang. "Kalau Jepang bisa, kenapa kita tidak bisa" anggapan orang-orang Barat. Ternyata Jepang, menuntut dijunjungnya mutu setinggi-tingginya, tetapi harga produk bisa tetap murah. Berbeda tidak seperti orang Barat, mereka yang memperhatikan mutu, harganya tidak bisa murah. Sistem yang digunakan Jepang berbeda. Justru dengan memperhatikan mutu, dapat menekan biaya. Jika tidak menerapkan pengawasan mutu total, maka biaya bisa tinggi. Berangkat dari hal itu, orang Barat tersadar, dan mulai lebih memperhatikan mutu melalui ISO. Sistem terus berlanjut, hingga pada tahun 2000an, dikenal "Quality Assurance". 

Salah satu hal yang dibahas pada ISO ada kaitannya GMP (Good Manufacturing Process). Kalau suatu industri farmasi sudah ISO, maka akan mudah sekali untuk melaksanakan GMP. Pada perkembangan sistem ini, pembahasannya sudah lebih luas dari sekedar pengawasan mutu (QC), QC pada sistem ini lebih merupakan pekerjaan yang ada di departemen QC, jadi masih ada departemen-departemen lain yang ada di dalam sistem. ISO memperkenalkan sistem QM (Quality Management) atau sistem manajemen mutu, dengan inti/core-nya adalah aktivitas pemastian mutu (Quality Assurance, QA). 

GMP sendiri merupakan suatu sistem yang harus dibuat, sistem ini dibuat oleh QA. Jadi mempelajari apa saja yang harus diimplementasikan, sedangkan bagian pengawasan mutu, yang bekerja untuk membuktikan apakah suatu bahan/produk layak atau tidak digunakan. Jadi pada sistem manajemen mutu ini, QC hanya terbatas pada aktivitas pengujian kimia, fisika, biologi, dan seterusnya. Pada QC dibutuhkan sumber daya berupa fasilitas yang memadai, personalia yang terlatih, prosedur yang disetujui, dan baku pembanding. Tugas QC antara lain pengambilan sampel, pemeriksaan, pengujian, pemantauan, serta meluluskan atau menolak bahan (bukan produk jadi). Yang dijadikan sasaran antara lain bahan baku, bahan pengemas, produk antara, produk ruahan, produk obat jadi, dan kondisi lingkungan. 

QC bekerja di laboratorium dan sarana penunjang. Pada laboratorium, diperlukan adanya ruang penimbangan dan preparasi, ruang peralatan/instrumen, lemari asam dan LAF, sarana/ruang pencucian alat gelas, sarana penyimpanan bahan kimia, peralatan keselamatan kerja, sarana penyimpanan baku pembanding, sarana penyimpanan contoh pertinggal, sarana uji stabilitas, dan sarana pengambilan contoh bahan baku. 

Sarana/ruangan pencucian alat gelas sangat diperlukan. Pencucian alat gelas tidak boleh dianggap enteng. Ada caranya sendiri bagaimana mencucinya. Tipe-tipe alat gelas dibagi berdasarkan bahan pembuatnya dan batas toleransinya. Umumnya alat gelas yang digunakan sebagai alat laboratorium adalah alat gelas tipe I yang terbuat dari kaca borosilikat dengan ketahanan yang tinggi. Di bawah ini adalah tabel tipe-tipe alat gelas berdasarkan bahan pembuatnya.

(klik untuk memperbesar)

Batas toleransi yang paling baik adalah alat gelas A. Kelas B memiliki batas toleransi dua kali kelas A. Alat gelas yang memiliki batas toleransi di luar kelas B tidak dapat digunakan untuk pengukuran kuantitatif. Sementara di bawah ini adalah alat gelas tipe A berdasarkan batas toleransinya.

(klik untuk memperbesar)

Lemari asam tujuannya untuk melakukan pereaksian, tidak boleh digunakan untuk penyimpanan. Jadi, digunakannya untuk melakukan pekerjaan yang dapat menimbulkan asam, basa, asap, dan lain-lain. Tempat penyimpanan reagen dan bahan kimia lain ada sarana khususnya, jadi didesain tahan kebakaran, dan lainnya. 

Pak Marno mengatakan bahwa di industri farmasi, struktur organisasi bisa beragam. Yang terpenting bagian QA dan QC harus terpisah, serta harus terpisah juga keduanya dengan bagian produksi. Bagian QC melakukan serangkaian pengujian saat IPC (In Process Control) dan PPC (Post Process Control). Evaluasi yang dilakukan selama proses (IPC) untuk sediaan padat antara lain pemeriksaan organoleptik, kandungan air, keseragaman kandungan, disolusi, keragaman bobot. Untuk sediaan semisolid antara lain kejernihan cairan, homogenitas campuran, penampilan sediaan, tekstur, pH, viskositas, dan penetapan kadar. Sementara pada sediaan liquid, meliputti penampilan sediaan, viskositas, ukuran partikel solid, homogenitas.

Sebelumnya telah dijelaskan bahwa bagian QC tidak dapat menentukan diluluskan atau ditolaknya suatu produk jadi. Bagian yang menentukan ini adala QA. Kalau di negara Barat, bagian QA tidak harus apoteker, hanya dipersyaratkan dijabat oleh orang yang terkualifikasi saja. Di industri farmasi Indonesia, harus apoteker. 

Pada saat pengujian, ada data, dan bisa diperoleh data yang outlier. Data outlier ini bisa jadi memenuhi kriteria penerimaan, namun jika dilihat dari keseluruhan data bisa menjadi outlier dan harus dihilangkan. Cara untuk mengetahui data mana yang outlier dapat menggunakan uji Dixon. Pada uji Dixon mula-mula data disusun mulai dari yang terendah hingga tertinggi, lalu dikelompokkan. Pada uji Dixon, terdapat nilai D kritis, apabila data terendah atau data tertinggi lebih besar dari nilai D kritis, maka dapat dianggap sebagai outlier sehingga datanya dapat dibuang. Di bawah ini adalah tabel kriteria nilai D kritis.

(klik untuk memperbesar)

Di bawah ini adalah contoh perhitungannya. Sebagai contoh perhitungan, diandaikan mempunyai suatu kumpulan data dari penentuan kadar karbohidrat dalam produk makanan seperti tampak pada tabel di bawah ini.


(klik untuk memperbesar)

Tampak pada perhitungan, bahwa data pada keduanya tidak ada yang lebih dari nilai D kritis, sehingga tidak ada outlier. Apabila dilihat, nilai data 1 dan 2 cukup berbeda. Meskipun demikian berdasarkan uji Dixon, tidak ada yang perlu dibuang. Hal ini memperlihatkan bahwa data ke-1 dilindungi oleh data ke-2 atau disebut dengan masking. Sementara di bawah ini ada contoh perhitungan lain.


(klik untuk memperbesar)

Data 2 lebih berbahaya karena penyimpangan tidak terdeteksi sebagai outlier padahal nilai terkecil berada di luar spesifikasi penerimaan yaitu 94,5%, seharusnya berada di antara 95-105%. Sedangkan penyimpangan pada data 1 dapat dideteksi sebagai outlier sehingga dapat dilakukan investigasi lebih lanjut untuk mengetahui letak kesalahan yang terjadi. 

Baku pembanding ada 3 macam, yaitu baku pembanding primer, sekunder, dan kerja. Baku pembanding primer paling mahal, bakunya dimurnikan sendiri oleh industrinya, bukan USP dan lainnya, hanya sja dibakukan oleh USP. Baku pembanding sangat penting peranannya, karena setiap hasil uji bergantung pada hal ini. Baku kerja dapat dibakukan dengan baku primer atau sekunder. 

Uji stabilitas secara umum ada 3 macam, yaitu uji stabilitas jangka panjang, intermediate, dan jangka pendek. Tiap uji stabilitas tersebut berbeda kondisi penyimpanannya serta periode waktu minimal pengambilan datanya. Pada kasus umum, jika kondisi penyimpanan zat aktif tidak dijelaskan atau dikategorikan secara khusus, maka kondisi pengujiannya adalah sebagai berikut:

(klik untuk memperbesar)
Contoh/sampel ada 2 macam, yaitu contoh untuk pengujian dan contoh pertinggal. Contoh pertinggal harus disimpan pada suhu dan kelembapan yang sesuai.

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung :)

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)