Friday, September 11, 2015

Catatan Farmasi Industri #1

Sumber Gambar: titansystems-pharmacy.blogspot.com

Mata kuliah ini diajari oleh Pak Soemarno, seorang praktisi. Berhubung pada saat saya menulis ini saya hanya berbekal catatan saya saja waktu di kelas itu, tidak banyak yang saya catat akibat terlalu mengantuk, jadilah tulisan ini juga tidak banyak. 

Di awal beliau bertanya, "Bagaimana sifat dari Parasetamol?" Tidak ada yang menjawab benar di saat itu. Saya pun sudah lupa. Jawabannya plastis, beliau mengatakan bahwa untuk bisa dicetak bahan harus merupakan campuran sifat plastis dan elastis. Inilah pekerjaan apoteker di bidang RnD (Research and Development). 

Dari apa yang diceritakannya, beliau sedang bekerja pada jabatan yang tinggi, kemudian beliau menasehati bahwa semua itu harus mulai dari merasakan menjadi staff, tidak ada gunanya langsung menjadi supervisor apabila  tidak mengetahui teknologi yang digunakan dengan baik. Ketika menjadi staff itulah sesungguhnya sedang belajar mengenai teknologinya. 

Jadi, farmasi industri itu adalah ilmu mengenai bagaimana caranya mengelola industri farmasi. Mungkin di S1 telah mengenal istilah CPOB, namun beliau mengatakan bahwa CPOB hanya sebagian kecil dari suatu sistem. CPOB pada dasarnya adalah bagaimana caranya bisa menjaga kualitas, mulai dari bangunan, personel, sanitasi, dan seterusnya. 

Industri farmasi dituntut untuk menghasilkan produk yang bermutu, pada konsepnya mutu itu tidak bisa dibuktikan, melainkan dibuat. Dengan diterapkannya manajemen mutu/kualitas, bukannya meningkatkan biaya produksi, justru menurunkan biaya produksi. Karena ketika seluruh sistem bekerja untuk menghasilkan mutu, maka tidak terjadi suatu kesalahan yang fatal, tidak ada yang dibuang atau dibuat sia-sia, dan tidak perlu pula produksi ulang. 

Di industri, penetapan harga dipengaruhi pula kaitannya dengan jumlah yang dibuat. Karena sekali produksi, dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jika produk yang dihasilkan sedikit, maka produk bisa menjadi mahal harganya, tetapi jika dibuat banyak, bisa menjadi lebih murah. 

Untuk menghemat produksi, tentunya alat-alat produksi yang digunakan sama, misalnya pertama memproduksi metformin, berikutnya memproduksi parasetamol. Pada produksi yang kedua ini, harus dipastikan, tidak ada senyawa lain selain parasetamol yang ada di dalam bahan (dikhawatirkan terdapat sisa-sisa bahan obat pertama yang masih menempel di dinding  dan berpeluang mengkontaminasi). Jadi, harus benar-benar dipastikan terlebih dahulu sebelum dilakukan produksi yang  kedua dengan obat yang berbeda. Perlu juga dipastikan kekuatan obatnya sama, jika 500 mg, ya harus 500 mg. 

Lalu yang paling penting adalah benar wadahnya. Sebagaimana yang telah terjadi, terjadi kesalahan oleh suatu pabrik farmasi, wadah dan isinya berbeda. Hal ini bisa menjadi sangat fatal dan membahayakan pasien. Kesalahan ini dapat terjadi, misalnya diproduksi dua obat yang berbeda, A dan B, dengan warna larutan dan wadah yang sama. Mungkin ada pertanyaan, kenapa wadahnya tidak diberi label saja supaya tidak tertukar antara isi dengan wadahnya? Sebenarnya ini adalah cara untuk menghemat biaya produksi, wadah yang tidak dilabeli dulu akan lebih murah dibandingkan dengan yang sudah diberi label. Akibanya, ketika kedua obat sama-sama melakukan pengisian dengan wadah yang sama, meskipun sudah diberi lanjur untuk obat yang berbeda, obat A bisa saja terpelincir masuk ke jalur B, petugas yang tidak mengetahui akan menganggap obat A yang terpelintir itu adalah obat B. Dengan demikian, memang sudah terjadi ketidakberesan sistemnya. Jadi, untuk dapat menjamin efikasi, keamanan, mutu, dan kemanfaatan dari produknya, seluruh sistem harus dikelola dengan baik. 

Terkait dengan CPOB, penting untuk menyimpan seluruh dokumen yang dibutuhkan, karena ketika dilakukan audit, dapat menunjukkan dokumen-dokumen yang dimaksud sebagai bukti. Pada dasarnya, berdasarkan Bab 1-12, CPOB bertujuan untuk mengelola industri farmasi, bagaimana caranya supaya selama proses tidak terkontaminasi mikroba atau partikel.

Bab 1, mengenai manajemen mutu. Bukan bertujuan untuk mengetahui produknya bermutu atau tidak, melainkan mempelajari bagaimana caranya suatu sistem dapat membangun mutu. Apabila ada petugas QC yang semena-mena mengatakan bahwa produk tidak bermutu, minta petugas tersebut untuk membuktikan bahwa produk tidak memenuhi syarat bukan karena kesalahan dari pengujian. 

Apabila terjadi suatu kesalahan, pabrik tidak boleh berhenti produksi, perlu dicari cara bagaimana mengatasinya. 

Demikian yang dapat saya sampaikan. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. Semoga bermanfaat dan terima kasih sudah berkunjung ^^

0 comments:

Post a Comment

If you want to be notified that I've answered your comment, please leave your email address. Your comment will be moderated, it will appear after being approved. Thanks.
(Jika Anda ingin diberitahu bahwa saya telah menjawab komentar Anda, tolong berikan alamat email Anda. Komentar anda akan dimoderasi, akan muncul setelah disetujui. Terima kasih.)